Ilmupengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris sebagai satu satunya ilmu di masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan percabangan dan perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu itu ditelusuri sesuai dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu sudah tumbuh jauh sebelum para pemikir Yunani mengenalnya.Tulisan ini membahas tentang strategi ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di Indonesia. Topik ini penting dibahas sebagai kerangka untuk membangun kemajuan di Indonesia. Aspek penting yang tidak bisa diabaikan untuk proses ini adalah etika. Etika penting sebagai landasan untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan peradaban secara lebih baik. Data dalam tulisan ini berasal dari telaah literatur pemikiran yang disusun sesuai dengan metode ilmiah. Penelitian ini menemukan bahwa ada tiga kata yang sering dipakai secara bergantian yaitu ilmuwan, intelektual dan cendekiawan. Seorang ilmuwan penting menjadikan etika dalam seluruh aktivitas keilmuwannya sehingga ilmu yang dikembangkannya bermanfaat untuk kemanusiaan. Strategi yang bisa ditempuh untuk pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia adalah membentuk masyarakat ilmiah, pengembangannya memperhatikan karakter bangsa Indonesia, memperhatikan relasi antarilmu tanpa mengorbankan otonomi antara masing-masing disiplin ilmu dan memperhatikan dimensi religius bangsa Indonesia. Tulisan ini diharapkan memberikan kontribusi dalam menyusun kerangka teori dan strategi praktis dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. This paper discusses about strategies scientist in developing science in Indonesia. This topic important to discussed as a framework to build on the progress in Indonesia. An important aspect that can’t be ignored for this process is ethics. Ethics is important as a foundation for creating knowledge and better civilization. This article data taken from the literature review prepared in accordance with the thought that the scientific method. This study found that there are three words that are often used interchangeably, namely scientists, intellectuals and scholars. Making ethics an important scientist in all scientific activities so that science is useful for the development of humanity. The strategies that can be applied to the development of science in Indonesia is establish the scientific community, development attention to the character of the Indonesian nation, pay attention to the relation between science without compromising the autonomy of the individual disciplines and pay attention to the religious dimension of the Indonesian nation. This paper is expected to contribute in developing a theoretical framework and practical strategies in the development of science in Indonesia. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free ILMUWAN, ETIKA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DI INDONESIAMaftukhinInstitut Agama Islam Negeri IAIN Tulungagungmaftuh_in17 ini membahas tentang strategi ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di Indonesia. Topik ini penting dibahas sebagai kerangka untuk membangun kemajuan di Indonesia. Aspek penting yang tidak bisa diabaikan untuk proses ini adalah etika. Etika penting sebagai landasan untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan peradaban secara lebih baik. Data dalam tulisan ini berasal dari telaah literatur pemikiran yang disusun sesuai dengan metode ilmiah. Penelitian ini menemukan bahwa ada tiga kata yang sering dipakai secara bergantian yaitu ilmuwan, intelektual dan cendekiawan. Seorang ilmuwan penting menjadikan etika dalam seluruh aktivitas keilmuwannya sehingga ilmu yang dikembangkannya bermanfaat untuk kemanusiaan. Strategi yang bisa ditempuh untuk pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia adalah membentuk masyarakat ilmiah, pengembangannya memperhatikan karakter bangsa Indonesia, memperhatikan relasi antarilmu tanpa mengorbankan otonomi antara masing-masing disiplin ilmu dan memperhatikan dimensi religius bangsa Indonesia. Tulisan ini diharapkan memberikan kontribusi dalam menyusun kerangka teori dan strategi praktis dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.[This paper discusses about strategies scientist in developing science in Indonesia. This topic important to discussed as a framework to build on the progress in Indonesia. An important aspect that can’t be ignored for this process is 200 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................ethics. Ethics is important as a foundation for creating knowledge and better civilization. This article data taken from the literature review prepared in accordance with the thought that the scientic method. This study found that there are three words that are often used interchangeably, namely scientists, intellectuals and scholars. Making ethics an important scientist in all scientic activities so that science is useful for the development of humanity. The strategies that can be applied to the development of science in Indonesia is establish the scientic community, development attention to the character of the Indonesian nation, pay attention to the relation between science without compromising the autonomy of the individual disciplines and pay attention to the religious dimension of the Indonesian nation. This paper is expected to contribute in developing a theoretical framework and practical strategies in the development of science in Indonesia.]Kata kunci Ilmuwan, Etika, Strategi, KarakterPendahuluanIlmu pengetahuan secara umum terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangannya semakin cepat seiring dinamika kehidupan yang kian kompleks. Munculnya berbagai fenomena baru secara simultan menjadi tantangan yang harus direspon secara kreatif dan utama perkembangan ilmu pengetahuan terletak di tangan ilmuwan. Seorang ilmuwan tidak boleh pasif. Ia harus selalu berpikir, meneliti dan melakukan berbagai upaya untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang menjadi bidang spesialisasinya. Melalui cara demikian maka tugasnya sebagai ilmuwan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dapat berjalan secara semacam ini seyogianya tidak hanya berlangsung di kalangan ilmuwan semata, melainkan juga menjadi spirit umum di seluruh lapisan masyarakat. Upaya mewujudkannya sesungguhnya tidak mudah, namun demikian bukan berarti mustahil. Jika dilakukan usaha secara serius, sistematis dan terus-menerus maka sangat mungkin terwujud manusia Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 201Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................Indonesia yang Indonesia ideal digambarkan sebagai manusia yang sadar iptek, kreatif dan memiliki solidaritas etis. Manusia yang sadar iptek adalah manusia yang tidak berhenti belajar. Pengetahuannya terus diasah dan ditambah. Ia menjadi manusia yang belajar sepanjang hayat long life education.Kreatif juga menjadi karakter yang melekat pada manusia Indonesia ideal. Pikirannya selalu mencari ide dan gagasan baru yang dilakukan dalam kerangka menghadapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks. Manusia semacam ini memiliki karakteristik yang cakap, mandiri dan bertanggung solidaritas-etis bermakna bahwa manusia ideal itu peka terhadap keadilan. Ia juga memiliki solidaritas sosial, yakni memiliki pedoman moral etis yang menjadi landasan dalam setiap ideal merupakan manusia yang berkarakter. Aspek karakter penting untuk mendapatkan penekanan karena aspek inilah yang mengalami kemerosotan signikan dari waktu ke waktu. Kemerosotan tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat awam, tetapi juga merambah kalangan intelektual. Karena itulah, pembentukan karakter seyogianya tidak dilakukan sebagai sesuatu yang berdiri sendiri. Ia harus dipertautkan dengaan kolektivitas bangsa yang bermental-karakter baik. Menurut Yudi Latif, ”Kebaikan dan kekuatan mental-karakter individual hanya bisa memperoleh kepenuhan manfaatnya jika terintegrasi ke dalam kebaikan dan kekuatan mental-karakter bangsa secara kolektif.”2Integrasi dua aspek ini memungkinkan terwujudnya sebuah masyarakat ideal. Masyarakat semacam ini akan mampu menjawab segenap tuntutan perubahan dan tantangan kehidupan yang semakin 1 M. Zainuddin, “Pengembangan Sumber Daya Manusia PTIS dalam Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Tahap Kedua,” dalam Azwar Anas, dkk., Kompetensi Perguruan Tinggi Islam Swasta dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua Yogyakarta Tiara Wacana, 1993, h. Yudi Latif, Revolusi Pancasila Bandung Mizan, 2015, h. 105. 202 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................kompleks. Kapasitas dan kapabilitas dirinya menjadi modal penting yang membuatnya selalu eksis dalam dinamika perkembangan kehidupan yang demikian, realitas tampaknya belum sesuai dengan harapan. Ada jurang yang cukup lebar antara idealitas dengan realitas. Kalangan intelektual Indonesia belum mampu menjalankan tugasnya secara optimal. Tidak hanya itu, realitas yang sering kali paradoks justru terjadi di institusi pendidikan tinggi. Tampaknya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan menjadi jaminan yang bisa mendewasakan ini akan memfokuskan pembahasannya pada tiga hal. Pertama, siapa yang disebut sebagai ilmuwan? Kedua, apa saja etika yang harus dipegang oleh seorang ilmuwan? Dan ketiga, bagaimana strategi ilmuwan dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia?Ilmuwan, Intelektual dan CendekiawanAda beberapa kata yang memiliki konotasi makna yang hampir sama, yaitu ilmuwan, cendekiawan dan intelektual. Ketiga kata ini sering digunakan secara bergantian untuk konteks-konteks tertentu. Padahal, selain memiliki kesamaan makna, ketiga kata tersebut juga memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmuwan adalah, ”Orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu ilmu; orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan.”4 Mengacu ke denisi ini maka seorang ilmuwan itu adalah orang yang pengetahuannya luas di atas pengetahuan masyarakat pada umumnya. Luasnya pengetahuan itu dimungkinkan karena seorang ilmuwan itu selalu belajar, membaca, meneliti, mereproduksi dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Keseriusan berkecimpung dalam bidang ilmu yang ditekuni menjadikannya 3 Machasin, Islam Dinamis Islam Harmonis, Lokalitas Pluralisme Terorisme Yogyakarta LKiS, 2012, h. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta Balai Pustaka, 2008, h. 325. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 203Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................seorang ahli dengan wawasan pengetahuan yang perkembangan peradaban manusia sangat dipengaruhi oleh sosok ilmuwan. Jumlah ilmuwan sesungguhnya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah masyarakat pada umumnya. Namun karena kekuatan gagasan, konsep dan pemikirannya, jumlah yang sedikit tersebut justru mengendalikan jumlah yang banyak. Kaum ilmuwan yang dalam realitasnya justru menentukan perjalanan sejarah. Dalam perkembangannya, ilmu merupakan bagian yang tidak terpisah dari aktivitas manusia. Hal ini terjadi semenjak zaman Yunani Kuno sampai era sekarang ini. Kegiatan ilmu ini berlangsung secara dinamis sesuai dengan konteks sosial budaya yang ada. Masyarakat yang perkembangan ilmunya produktif biasanya maju dan cepat berkembang. Sementara masyarakat yang perkembangan ilmunya lambat biasanya tertinggal. Kunci penting yang menentukan perkembangan ilmu adalah itu memiliki karakteristik unik. Bisa jadi antara satu ilmuwan dengan ilmuwan yang lainnya memiliki karakteristik yang tidak sama. Orientasinya bisa jadi juga berbeda. Titik pokok aktivitasnya memang dunia ilmu, tetapi ilmu tersebut bisa digunakan sesuai dengan kepentingan ilmuwan. Ada yang menggunakannya untuk kepentingan idealis berupa pengembangan ilmu, namun ada juga yang menggunakannya untuk kepentingan yang lain, seperti eksistensi diri, ekonomi, budaya, dan bahkan seorang ilmuwan memang menekuni dunia keilmuwan secara serius. Ilmuwan semacam ini bisa disebut sebagai ilmuwan sejati. Ilmuwan sejati menjadikan ilmu sebagai media untuk membangun keluhuran nilai-nilai kemanusiaan. Ia selalu berusaha memposisikan kemanusiaan dalam kondisi dialogis yang dilakukan atas dasar saling pengertian dengan realitas yang ada di sekelilingnya. Dialog dilakukan dalam kerangka emansipasi, bukan The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu Yogyakarta Liberty, 2010, h. 94. 204 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................Seorang ilmuwan seyogianya memang memihak terhadap kemanusiaan. Pemihakannya dilakukan terhadap dua posisi yang kontradiktif. Pertama, pada sisi nilai yang diposisikan dengan fakta. Kedua, pada posisi yang mampu mengembangkan kebiasaan-kebiasaan reeksi kritis. Kedua pemikiran tersebut sesungguhnya bukan hal yang menyenangkan. Hal ini disebabkan karena pemisahan subjektif atau objektif senantiasa paralel dengan perbedaan antara fakta atau nilai. Perbedaan antara apa yang disebut dengan fakta ”keras” dengan ”kelembutan” nilai, kebenaran dengan kegembiraan, objektivitas dengan subjektivitas, adalah instrumen menarik dan rumit ditangani karena cenderung tidak diadaptasikan pada Dengan demikian jelas bahwa ilmuwan ideal adalah ilmuwan sejati. Hal ini bermakna bahwa tidak semua ilmuwan itu ideal. Ada juga ilmuwan yang berorientasi pragmatis. Ilmuwan sejati senantiasa berusaha keras untuk mengembangkan ilmu yang ditekuninya sekaligus memihak kepada lain yang konotasinya hampir sama dengan ilmuwan adalah intelektual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intelektual itu memiliki dua pengertian pertama, cerdas, berakal dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Kedua, yang mempunyai kecerdasan tinggi; secara bahasa ini memang terlihat masih general. Dibutuhkan kriteria dan karakteristik tertentu agar sosok intelektual menjadi lebih konkrit. Melalui cara demikian menjadi jelas siapa saja gur yang disebut sebagai satu kriteria yang penting untuk dipertimbangkan adalah ide. Seorang intelektual, dalam konteks Indonesia, merupakan agen perubahan kehidupan sosial politik. Perubahan yang diusung oleh kalangan 6 Adi Armin, Richard Rorty Jakarta Teraju, 2003, h. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta Balai Pustaka, 2008, h. 335. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 205Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................intelektual bermuara pada ide-ide baru dan sikap Ide baru bisa muncul dari mana saja dan dari siapa saja. Tetapi pada seorang intelektual, potensi pengembangan ide, gagasan, pemikiran dan inovasi memiliki peluang yang lebih besar karena seorang intelektual memiliki wawasan luas, pengetahuan mendalam dan kemampuan reeksi berbasis teori ataupun realitas. Apa yang dilontarkan seorang intelektual memiliki potensi terhadap terjadinya transformasi dalam makna yang luas. Sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kiprah yang dilakukan oleh kalangan intelektual di berbagai bidang kehidupan. Wang Xiang Jun menyatakan bahwa mustahil memahami perubahan sejarah tanpa memahami peran kaum intelektual. Mereka menciptakan gagasan tertentu. Gagasan ini kemudian diaplikasikan oleh para pemimpin. Margareth Thatcher tidak menemukan monoterisme sendirian, melainkan mengambil gagasan yang sudah ada. George Bush dipengaruhi oleh gagasan kaum intelektual Neocons. Deng Xiaoping tidak sekonyong-konyong memutuskan untuk membuka pasar Cina, melainkan ia dipengaruhi oleh perspektif yang dikembangkan kaum intelektual Cina yang telah memiliki kontak dengan dunia Kebijakan yang diambil seorang pemimpin tidak bisa dilepaskan dari pengaruh gagasan kalangan konteks sejarah Indonesia, kaum intelektual telah menjadi pelopor bagi tumbuhnya kesadaran baru yang memungkinkan munculnya tuntutan politis berupa sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat. Meskipun dalam perjalanan selanjutnya peran intelektual mengalami berbagai penurunan, telah tertanam suatu kepercayaan umum yang memiliki akar-akar psikologis dan historis dalam masyarakat akan pentingnya posisi kaum intelektual dalam mengatasi dan memecahkan permasalahan-permasalahan pelik menyangkut ideologi, 8 Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Cet. 2 Jakarta LP3ES, 1999, h. Wang Xiang Jun, China Membeli Dunia Yogyakarta Pustaka Solomon, 2010, h. 22-23. 206 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................politik, ekonomi, sosial dan intelektual akan senantiasa mendayagunakan akalnya untuk mengembangkan ilmu yang ditekuninya. Pemberdayaan akal merupakan media efektif untuk menemukan dan mengaktualisasikan potensi diri. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang senantiasa mendorong umatnya untuk berpikir. Jika seseorang mampu melakukan hal ini secara optimal maka ia bisa disebut sebagai seorang intelektual Muslim. Seorang intelektual Muslim memiliki beberapa karakteristik. Pertama, berzikir atau mengingat Tuhan dalam setiap situasi dan kondisi. Ia berzikir tidak hanya pada saat tertentu saja, melainkan pada setiap waktu. Kedua, mencermati secara detail fenomena yang terdapat di alam raya. Hal ini memberikan manfaat untuk memahami tujuan hidup manusia dan memahami kebesaran Tuhan. Selain itu, manfaat lain yang bisa diperoleh adalah kebahagiaan dan kenyamanan hidup di dunia ini. Ketiga, melakukan optimalisasi potensi untuk diwujudkan dalam aksi nyata yang memberikan manfaat terhadap lain yang juga sering dipakai adalah cendekiawan. Menurut Sumartana, ”Cendekiawan adalah seseorang yang peduli kepada nasib bangsanya, dan untuk itu ia terlibat dalam pembangunan.”12 Senada dengan intelektual dan ilmuwan, cendekiawan tidak hanya bergelut dengan konsep yang abstrak. Cendekiawan memang menyusun teori dan pemikiran, namun juga berusaha untuk menindaklanjutinya dalam aksi nyata. Pengalaman negara-negara Barat menunjukkan bahwa cendekiawan merupakan pelopor bagi terwujudnya sebuah wilayah publik yang bebas a free public sphere.13 Hal tersebut menunjukkan bahwa cendekiawan tidak hanya bergelut dengan hal-hal yang bersifat teoretis, melainkan juga bergiat dalam tataran Muhammad AS Hikam, Demokrasi..., h. M. Zainuddin, “Pengembangan Sumber Daya Manusia...,” h. Th. Sumartana, “Kebebasan dan Para Cendekiawan,” dalam Akhmad Fikri AF eds., Anarki Kepatuhan Yogyakarta LKiS, 1996, h. Muhammad AS Hikam, Demokrasi..., h. 99. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 207Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................Ilmuwan, intelektual dan cendekiawan merupakan kategori yang longgar. Sangat mungkin seseorang bisa dikategorikan sebagai ilmuwan, intelektual, dan cendekiawan sekaligus jika memang memenuhi kriteria. Aspek denisi, kategori dan karakteristiknya memang masuk dalam wilayah perdebatan. Aspek yang sesungguhnya jauh lebih substansial adalah bagaimana mereka menjalankan peran dan memberikan kontribusi untuk pengembangan ilmu dan transformasi kehidupan secara luas. Demi kepentingan praktis, di artikel ini digunakan kata ilmuwan digunakan untuk mewakili kata yang kaum pandai ini sangat menentukan terhadap perjalanan sebuah bangsa. Justru karena itulah harus dilakukan usaha-usaha serius yang memungkinkan lahirnya generasi baru kaum cerdik pandai tersebut. Kelahiran generasi baru yang dilakukan secara intensif memungkinkan lahirnya aktor-aktor baru yang dapat mempercepat proses transformasi sosial kemasyarakatan ke arah kehidupan yang lebih EtikaAspek mendasar yang menjadi tantangan ilmuwan di era sekarang ini adalah etika. Realitas kehidupan yang sarat anomali dan kontradiksi dengan etika menjadi tantangan yang tidak mudah untuk ditundukkan. Pada kondisi semacam ini, seorang ilmuwan sejati harus memiliki landasan etika yang kuat. Jika tidak maka ia akan kehilangan arah dan titik pijak dalam menjalankan tugas dan etika menjadi signikan perannya saat seorang ilmuwan melakukan interaksi. Salah satu bentuk interaksinya adalah interaksi dengan kekuasaan. Seorang intelektual tidak boleh mengorbankan ilmunya untuk kepentingan praktis. Hal ini penting menjadi perhatian karena tidak jarang atas nama kepentingan diri dan pragmatisme, seorang ilmuwan mengorbankan nilai kebenaran. Jika ini yang terjadi maka sesungguhnya kaum intelektual itu telah berkhianat kepada fungsinya yang mendasar. 208 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................Seorang ilmuwan seharusnya memang benar-benar menyadari keberadaan dan fungsi dirinya. Kesadaran subjektifnya sebagai pengabdi kepada kebenaran dan kemanusiaan, harus dapat mengalahkan tarikan-tarikan objektif dari luar dirinya. Termasuk godaan dari pusat kekuasaan. Ilmuwan yang pengetahuannya luas banyak. Ilmuwan yang cerdas dan kritis juga banyak. Tetapi itu saja tidak cukup. Seorang ilmuwan harus juga memiliki integritas pribadi dan moral kebangsaan yang tinggi. Moralitas yang ditopang oleh kesadaran yang penuh atas fungsinya sebagai pengabdi kebenaran, sebagaimana dinyatakan Julien Benda, akan mempertahankan tegaknya pilar-pilar kecendekiawanan suatu bangsa. Benda ingin menekankan bahwa pengabdian ilmuwan adalah pada kebenaran yang didasari oleh cinta kepada kemanusiaan dan bukan cinta pada merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dihindari dalam konteks sekarang ini. Kekuasaan secara denisi adalah kemampuan untuk memengaruhi atau mengatur dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan ini. Denisi ini mengandung makna yang luas. Salah satu institusi yang memiliki kekuasaan adalah negara. Ciri khas negara, menurut Suseno, kekuasaannya memiliki wewenang. Maka kekuasaan negara juga dapat disebut ”otoritas” atau ”wewenang”. Otoritas atau wewenang adalah ”kekuasaan yang dilembagakan”, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai, melainkan juga berhak untuk dan otoritas yang dimilikinya memiliki relasi resiprokal yang erat. Tidak ada kekuasaan tanpa otoritas. Kekuasaan dibangun di atas landasan otoritas yang kokoh. Tanpa otoritas, sebuah kekuasaan bisa runtuh. Implikasinya, membangun otoritas selalu dilakukan oleh kekuasaan melalui berbagai cara. Salah satunya melalui dukungan kalangan ilmuwan. 14 Syamsul Hadi, “Bobolnya Pilar-pilar Kecendekiawanan”, dalam Akhmad Fikri AF eds., Anarki Kepatuhan..., h. Franz Magnis-Suseno, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Cet. 5 Jakarta Gramedia, 1999, h. 53. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 209Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................Yudi Latif menjelaskan bahwa ilmu dan kekuasaan telah lama bersekutu. Sejarah perkembangan ilmu lebih mudah dijelaskan dengan logika ”kemauan politik” ketimbang tuntutan intrinsik pengembangan ilmu itu sendiri. Bahkan ketika tuntutan intrinsik menghendaki tahap lanjut dari perkembangan ilmu, tuntutan ini pun sulit direalisasikan tanpa dukungan Dukungan kalangan ilmuwan terhadap kekuasaan sesungguhnya merupakan hal wajar. Sejarah panjang kehidupan sosial politik sarat dengan persoalan semacam ini. Ada perdebatan, dukungan dan penolakan terhadap keterlibatan intelektual dalam panggung kekuasaan. Apa pun pilihannya sesungguhnya tergantung kepada masing-masing individu ilmuwan. Tetapi satu hal mendasar yang seharusnya disadari oleh seorang ilmuwan bahwa kebenaran jangan sampai digadaikan untuk kepentingan kekuasaan. Kekuasaan pun seharusnya memposisikan ilmuwan pada posisinya secara tepat. Relasi yang saling membangun ini penting agar saling mendukung satu sama lain, bukan saling menghegemoni. Apalagi jika kekuasaan memaksa ilmuwan untuk membangun teori, melakukan penelitian dan memberi masukan bagi kebijakan yang harus sesuai dengan kepentingan kekuasaan. Jika kondisi semacam ini yang ada, langkah terbaik bagi seorang ilmuwan adalah mundur dan keluar dari lingkaran kekuasaan. Independensi sebagai ilmuwan harus selain interaksi dengan kekuasaan, etika juga penting dalam kaitannya dengan tugas mendasar seorang ilmuwan, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh seorang ilmuwan harus dibungkus dengan bingkai etika moral yang jelas. Hal ini penting dilakukan agar ilmu pengetahuan yang dikembangkan tidak semena-mena terhadap kemanusiaan. Ilmu pengetahuan yang tidak mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan justru merusak terhadap kehidupan manusia. Produk keilmuwan harus bermanfaat untuk seluruh 16 Yudi Latif, Masa Lalu yang Membunuh Masa Depan Bandung Mizan, 1999, h. 215. 210 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................umat Produk pengetahuan yang tidak bermanfaat bagi kemanusiaan dapat berimplikasi destruktif pada terjadinya krisis kemanusiaan. Krisis kemanusiaan menunjukkan adanya ketimpangan antara kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan nilai-nilai moral. Keberhasilan ilmu eksakta dalam mengembangkan teknologi berhadapan dengan realitas kegagalan ilmu-ilmu humaniora dalam menjawab berbagai persoalan Sekarang ini merupakan zaman modern. Secara bahasa, modern berasal dari bahasa Latin “modo” yang berarti “just now” atau ”yang kini”. Istilah ini sering dikaitkan dengan keadaan kehidupan masyarakat Barat yang ditandai dengan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan Iptek membawa perubahan yang sangat mendasar pada konsep ruang. Pada masa sebelum ini konsep ruang dibatasi oleh geogras, batas negara dan budaya. Kini batas-batas itu sudah tertembus dan akibatnya tidak ada satu peristiwa yang terisolasi secara geogras. Ini mempunyai implikasi mendalam dalam banyak hal yang berkaitan dengan keyakinan modern tidak hanya berkaitan dengan dimensi sik-material yang ditandai dengan kemajuan, tetapi juga berkaitan dengan karakteristik personal. Berkaitan dengan kemodernan personal, pendapat Alex Inkeles dan David Smith penting untuk dipertimbangkan. Menurut kedua intelektual ini, ada beberapa indikator yang menyangkut apa yang disebut sebagai individu modern. Pertama, opennes to new experience. Keterbukaan kepada hal-hal yang sifatnya baru sebenarnya mengandung dimensi disposisi psikologis, bukan sekadar kelatahan. Artinya, manusia modern itu secara sadar menerima sesuatu yang sifatnya baru. Hal-hal baru itu semakin sering datang dan harus direspon secara aktif-kreatif. Tanpa 17 M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Ting gi Pendekatan Integratif-Interkonektif Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2006, h. Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan Jakarta Rajawali Pers, 2013, h. Machasin, Islam Dinamis..., h. 33. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 211Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................keterbukaan terhadap hal-hal yang baru, ia akan semakin the readiness for social change. Individu yang modern selalu siap menerima perubahan sosial. Artinya, ia mau menerima kenyataan akan adanya perubahan yang menyeluruh seperti menyangkut partisipasi politik dari mekanisme politik yang tertutup dari segenap warga masyarakat yang mampu melaksanakannya, pemenuhan tuntutan yang dianggap wajar oleh sebagian kelompok masyarakat, hubungan yang lebih erat antara atasan dan bawahan dan lain sebagainya. Perubahan sosial ini berkaitan dengan berbagai aspek the realism of the growth of opinion. Seorang yang modern harus memiliki kemampuan untuk membentuk dan menyatakan pendapatnya yang menyangkut masalah-masalah yang timbul di sekitarnya. Artinya, ia harus mampu menempatkan dirinya dalam kerangka posisi dan pemikiran orang lain. Istilah sekarang adalah “empathy”. Orang yang memiliki empathy bisa membayangkan dirinya dalam posisi untuk memberikan buah pikiran kepada orang lain yang dianggap membutuhkan. Di samping itu, manusia modern juga biasanya memberikan nilai yang positif terhadap buah pikiran dan pendapat orang the need of information. Individu yang modern selalu berkeinginan untuk terus-menerus memeroleh dan mengikuti perkembangan keadaan di sekitarnya. Oleh karena itu, ia selalu ingin memiliki sejumlah informasi yang dianggap penting. Hal ini disebabkan karena informasi menjadi salah satu penanda penting zaman sekarang. Informasi datang secara berlimpah. Penguasaan terhadap informasi menjadi penanda penting eksistensi secara individu maupun oriented toward future and punctuality. Manusia modern selalu berorientasi ke masa depan dengan melihat masa sekarang dan mengambil pengalaman dari masa lampau. Di samping itu, ia harus mau menghargai dan memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Kesetiaan untuk menepati waktu atau punctuality merupakan sesuatu yang sangat melekat pada individu yang modern. Kedisiplinan menjadikan seseorang selalu 212 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................dapat menjalani kehidupan dengan orientasi kemajuan yang efcacy. Artinya, individu yang modern percaya betul bahwa ia atau masyarakatnya harus mampu mengontrol lingkungan di sekitarnya, bukan sebaliknya. Ia harus mampu menata dan mengorganisasi kehidupannya dengan menata lingkungan di sekitarnya, bukan lingkungan yang mendiktenya. Kondisi semacam ini menunjukkan bahwa manusia modern itu memiliki tingkat kemandirian, kreativitas dan orientasi hidup yang planning. Manusia modern harus memiliki perencanaan yang jelas, baik yang berjangka pendek maupun berjangka panjang, baik yang menyangkut masalah kemasyarakatan maupun yang menyangkut masalah pribadinya. Adanya perencanaan menunjukkan bahwa segala sesuatu tidak berjalan secara bebas, melainkan dalam kerangka yang jelas. Perencanaan yang baik menentukan hasil yang juga baik. Kedelapan, calculability. Manusia modern harus mempunyai keyakinan bahwa lingkungannya mesti dapat diperhitungkan. Artinya, orang-orang dan lembaga-lembaga yang ada di sekitarnya dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya dan dapat ia percaya. Kesembilan, the valuing of technical skill. Kemampuan teknis merupakan sesuatu yang sangat bernilai bagi manusia modern. Manusia modern percaya bahwa reward itu diberikan dengan mempertimbangkan secara objektif aspek keahlian. Reward diberikan bukan berdasarkan nilai-nilai yang sifatnya aspirations, educational and occupational. Manusia modern harus memiliki aspirasi tinggi dan mempercayai bahwa pendidikan merupakan kebutuhan mutlak dalam kehidupannya. Manusia modern juga harus mempertimbangkan bahwa pekerjaan diperoleh bukan berdasarkan pertimbangan tradisional, melainkan atas dasar prestasi yang sesuai dengan jenjang pendidikan yang telah awareness of and respect for the dignity of other. Manusia modern itu harus toleran dan menghargai manusia yang lainnya. Ia Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 213Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................harus memposisikan orang lain secara bijak karena mereka mempunyai kemuliaan dan kebajikan yang understanding production. Manusia modern dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan pengadaan barang-barang dan jasa yang dibutuhkan dalam kehidupan optimism. Manusia modern harus selalu bersifat optimis dan tidak lekas menyerah terhadap keadaan dan tantangan yang Pengembangan Ilmu PengetahuanPengembangan ilmu pengetahuan menjadi tugas pokok seorang ilmuwan. Ilmuwan tidak akan disebut sebagai ilmuwan sejati jika tidak mampu mengembangkan ilmu pengetahuan yang menjadi bidang dan pokok kajiannya. Justru ketika aktivitasnya tidak melahirkan perspektif baru, teori baru dan temuan-temuan baru maka posisinya sebagai ilmuwan layak untuk pengetahuan merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang Secara lebih detail, ilmu pengetahuan memiliki beberapa persyaratan. Pertama, setiap manusia memiliki hak dasar untuk mencari ilmu. Hak ini tidak dapat diganggu gugat. Hal ini berlaku pada siapa pun, terlepas dari kasta, kepercayaan, jenis kelamin dan usia. Kedua, metode ilmiah itu tidak hanya pengamatan atau eksperimentasi akan tetapi juga teori dan sistematisasi. Pengetahuan mengamati fakta, mengklasikasikannya sebagai dasar untuk menyusun teori. Ketiga, ilmu pengetahuan itu jelas 20 Afan Gaffar, ”Modernitas dan Islam Dua Kutub yang Bertentangan?” dalam Ahmad Syai Maarif eds., Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, Cet. 4 Yogyakarta Sipress, 1996, h. Dagobert D. Runes, Dictionary of Philosophy New Jersey Littleeld, Adam & Co, Totowa, 1976, h. 324. 214 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................dan terbukti berguna dan berarti, baik untuk tingkat individu maupun tingkat sosial. Aspek ini tidak perlu untuk diperdebatkan ilmu pengetahuan tersebut menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan itu memiliki dimensi universal dan misi mendasar, yaitu kemanusiaan. Manusia memang seharusnya menjadi titik orientasi dan tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Penghargaan terhadap manusia menjadikan ilmu pengetahuan dapat berjalan berdasarkan nilai-nilai fundamental kemanusiaan. Ilmu pengetahuan yang mengabaikan—apalagi melepaskan—terhadap nilai-nilai kemanusiaan memiliki konsekuensi pada munculnya berbagai ekses negatif pada kemanusiaan. Aspek semacam inilah yang seharusnya menjadi perhatian kalangan ilmuwan dalam pengembangan ilmu ontologis, ilmu pengetahuan memiliki dua dimensi. Pertama, dimensi struktural. Dimensi ini menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu haruslah mengandung unsur-unsur objek sasaran untuk diteliti yang disebut gegenstand. Gegenstand ini terus-menerus dipertanyakan tanpa mengenal titik henti, alasan dan data-data tertentu dalam mempertanyakan gegenstand tersebut. Setelah melalui proses tersebut hasil-hasilnya kemudian disusun dalam satu kesatuan sistem. Kedua, dimensi fenomenal. Pada dimensi ini ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat. Masyarakat yang dimaksudkannya adalah sekelompok elit yang dalam kehidupannya sangat patuh pada kaidah-kaidah ilmiah. Kaidah-kaidah ilmiah yang dimaksudkan adalah universalisme, komunalisme, dis-interestedness dan skeptisme yang terarah dan teratur organized scepticism. Di samping itu, ilmu pengetahuan juga menampakkan diri sebagai proses dan sebagai pengetahuan dan teknologi melahirkan atau menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru bagi manusia, yaitu sarana kemudahan. Sarana 22 Kadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, terj. Hasan Basri Jakarta Yayasan Obor Indonesia, 1989, h. Imam Sya’ie, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam al-Qur’an, Telaah dan Pendekatan Filsafat Ilmu Yogyakarta UII Press, 2000, h. 10-11. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 215Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................kemudahan diciptakan manusia dengan usaha yang sangat besar dan dengan susah payah, namun hasilnya membuat banyak orang menjadi amat dan semakin tergantung kepadanya sehingga ketika fasilitas teknologi tidak tersedia banyak manusia merasa tidak dapat melakukan hal-hal yang menjadi tugasnya. Sementara itu, sarana-sarana itu memerlukan banyak persyaratan untuk pengadaan dan kerangka pengembangannya, ilmu pengetahuan harus memiliki landasan lsos yang kokoh. Ilmu pengetahuan yang dipelajari dan dikembangkan akan menjadi acuan dalam pemikiran, sikap, perilaku dan aplikasi kehidupan masyarakat luas. Pada perspektif inilah, ilmu pengetahuan yang dikembangkan harus dipahami dalam kerangka sistem yang utuh. Keutuhan sistem ilmu pengetahuan dan teknologi Iptek, dengan didukung oleh moralitas dan perilaku ilmiah, dapat menjamin pemberdayaan Iptek secara berkeadilan sebagai jalan menuju hidup dan kehidupan yang Kita selayaknya belajar dari peradaban Barat yang kini mengalami berbagai persoalan karena konstruksi ilmu pengetahuan sekuler yang dikembangkannya. Ada beberapa implikasi negatif dari model ilmu pengetahuan semacam itu. Pertama, sains modern yang dikembangkan oleh Barat melihat alam beserta hukum dan polanya, termasuk manusia sendiri, hanya secara material dan insidental belaka tanpa interferensi Allah. Implikasinya, manusia tanpa kendali memperlakukan alam tanpa mempertimbangkan berbagai aspek secara komprehensif. Kerusakan lingkungan sekarang ini merupakan bukti nyata eksploitasi dan keserakahan secara metodologis, sains modern tidak bisa diterapkan untuk memahami realitas sosial masyarakat Muslim yang mempunyai pandangan hidup yang berbeda dengan Barat. Sementara keilmuwan Islam yang memang banyak bersentuhan dengan nilai-nilai teologis dinilai terlalu 24 Machasin, Islam Dinamis..., h. 35. 25 Suparlan Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2008, h. 22. 216 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................berorientasi pada religiusitas dan spiritualitas dan tidak mempedulikan terhadap pentingnya ilmu-ilmu sosial dan ilmu hidup dan kehidupan yang berkeseimbangan harus terus-menerus diusahakan dan diperjuangkan. Ia tidak akan datang dengan sendirinya dan dengan begitu saja. Ilmu pengetahuan yang keberadaan dasarnya untuk kepentingan manusia terutama dalam memperbaiki hidup dalam rangka meningkatkan serta mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup, dalam realitasnya justru menghadirkan berbagai persoalan. Ilmu pengetahuan sekarang ini, kata Soedjatmoko, berhadapan dengan pertanyaan pokok tentang jalan yang harus ditempuh selanjutnya. Pertanyaan itu sebenarnya berkisar pada ketidakmampuan manusia mengendalikan ilmu pengetahuan dan teknologi itu. Pertanyaan-pertanyaan mengenai dirinya sendiri, mengenai tujuan dan mengenai cara-cara pengembangannya, tidak akan dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan tanpa menoleh pada patokan-patokan mengenai moralitas, makna dan tujuan hidup manusia, termasuk apa yang baik dan apa yang buruk bagi manusia modern. Patokan-patokan itu ternyata berakar pada pemikiran di atas, dalam usaha untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis maka penelitian ilmiah perlu terus dilakukan oleh para ilmuwan dengan tidak meninggalkan moral dan agama yang seharusnya mendasari segala kegiatannya. Asas moral yang terkandung dalam kegiatan keilmuwan merupakan sumbangan positif, baik bagi pembentukan manusia perorangan maupun pembentukan karakter suatu Pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia menjadi kebutuhan mutlak. Ilmu pengetahuan adalah kunci penting yang mengantarkan ke arah kemajuan hidup. Jika ilmu pengetahuan di berbagai bidang kehidupan 26 A. Khudori Sholeh, ”Mencermati Gagasan Islamisasi Ilmu Faruqi,” dalam Jurnal El-Harakah, Edisi 57, Tahun XXII, Desember 2001-Februari 2002, h. Soedjatmoko, Pembangunan dan Kebebasan Jakarta LP3ES, 1983, h. Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik Jakarta Gramedia, 1986, h. 16. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 217Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................dapat terus tumbuh dan berkembang secara produktif maka kemajuan kehidupan secara umum akan dapat tentang pengembangan ilmu pengetahuan harus terus-menerus disosialisasikan dan dilakukan karena menjadi kebutuhan mendasar bagi kemajuan Indonesia. Selama ini pengembangan ilmu pengetahuan sesungguhnya sudah dilakukan, tetapi sifatnya parsial dan belum menjadi gerakan nasional. Karena itulah, sosialisasi dan gerakan secara luas penting untuk terus ini pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangannya adalah birokratisasi. Bukan rahasia jika birokratisasi merambah berbagai bidang kehidupan di Indonesia, termasuk bidang yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Saat ilmuwan dan ilmu pengetahuan terjerat dalam birokratisasi maka kecil kemungkinan untuk berkembang. Birokratisasi menghambat kinerja eksplorasi ilmu itu, elitisasi juga menjadi hambatan tersendiri. Hambatan terjadi karena elitisasi merupakan sesuatu yang kontradiktif dengan kesejatian ilmu. Bukan penilaian yang berlebihan jika ada yang menyebut telah terjadi pengkhianatan terhadap kesejatian ilmu saat praktis pengembangan ilmu pengetahuan disubordinasikan ke dalam proyek pengembangan teknologi yang serba elitis. Pengkhianatan ini berimplikasi luas. Pertama, ilmuwan yang terlibat dalam proses ini akan mengalami kegagalan. Kegagalannya berkaitan dengan usahanya untuk memperjuangkan aspirasi publik tentang ilmu pengetahuan dan memperjuangkan kepentingan dirinya sebagai seorang ilmuwan. Dalam hal ini, kalangan ilmuwan tertentu yang dianggap tidak memberikan peran dalam orientasi pengembangan teknologi akan segera menjadi kelompok yang tersisihkan. Kedua, terjadi pergeseran sifat ilmu. Dalam keterlibatannya sebagai penasihat atau pendukung proyek elitis, watak ilmu yang dikembangkan seorang ilmuwan bergeser sifatnya; dari proporsional objective analysis menjadi intensional mengabsahkan pilihan-pilihan elit. 218 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................Ketiga, sebagai konsekuensi dari itu semua, mereka pun otomatis akan gagal menjalankan peran sebagai juru bicara publik untuk melakukan kritik dan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan ilmu Ada banyak strategi yang dapat dipilih untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pertama, membentuk masyarakat ilmiah. Masyarakat ilmiah adalah sebuah masyarakat yang mendasarkan segenap aktivitas dan orientasi kegiatannya berdasarkan kepada kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Masyarakat ilmiah yang terbentuk akan cukup menentukan kebijakan sebab posisinya yang cukup diperhitungkan oleh pemerintah maupun pengusaha. Masyarakat semacam ini akan selalu menjadi rujukan pihak pemerintah maupun ada aspek mendasar yang seyogianya diperhatikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, yakni karakter. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan di Indonesia tidak bebas nilai. Pengembangannya harus memperhatikan terhadap landasan metasis, epistemologis dan aksiologis dari pandangan hidup bangsa Indonesia. Pemikiran yang melandasinya adalah ilmu pengetahuan tidak pernah dapat memberikan penyelesaian terakhir dan menentukan karena tidak ada ilmu yang mendasarkan dirinya sendiri secara absolut. Konstruksi semacam ini memungkinkan terjadinya harmonisasi antara rasionalitas dengan kearifan. Ketiga, pengembangannya harus memperhatikan relasi antarilmu tanpa mengorbankan otonomi antara masing-masing disiplin ilmu. Namun demikian relasi ini sesungguhnya tidak sederhana. Pada perspektif inilah lsafat ilmu penting perannya untuk menjernihkan relasi antarilmu yang bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Implikasinya, ilmu pengetahuan yang dikembangkan juga harus mempertimbangkan terhadap dimensi religius. Aspek ini penting diperhatikan karena ilmu pengetahuan sekular yang memisahkan agama di dalamnya kurang cocok 29 Yudi Latif, Masa Lalu..., h. 184-185. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 219Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................bagi bangsa Indonesia. Pengalaman negara Barat menunjukkan bahwa pemisahan ilmu pengetahuan dan agama berimplikasi pada krisis ilmu Karena itulah, dimensi esoteris agama perlu digali agar masyarakat ilmiah dapat memadukan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai religius atau mengembangkan sinyal-sinyal yang terkandung secara eksplisit dalam ajaran agama tentang manfaat ilmu pengetahuan bagi umat lebih aplikatif, Qomar menawarkan beberapa agenda untuk kemajuan bangsa dan negara. Adapun langkah-langkah tersebut adalah pertama, mengubah tradisi berpikir normatif menjadi tradisi berpikir teoritis-aplikatif. Tradisi normatif bukannya tidak ada manfaatnya, tetapi tradisi berpikir ini cenderung pasif dan kurang produktif. Mengubah tradisi berpikir normatif menuju tradisi berpikir teoritis-aplikatif membutuhkan beberapa langkah, yaitu teologi menuju lsafat sosial lalu bergerak ke teori sosial dan akhirnya bermuara pada perubahan mengubah tradisi berpikir ideologis menjadi tradisi berpikir rasional. Tradisi berpikir ideologis, menurut Qomar, bermuara pada satu kata kunci, yaitu kepentingan. Karakteristik yang melekat pada tradisi berpikir ini adalah tertutup, pemihakan, sektarian, mengklaim paling benar dan menutup pintu dialog. Strategi pengembangan ilmu pengetahuan harus mentradisikan berpikir rasional. Berpikir rasional menjadi ciri penting masyarakat yang telah maju. Adapun mekanismenya dimulai dari ”kesadaran mengutamakan kebenaran,” lalu menuju ”meniadakan keberpihakan,” setelah bergerak menuju ”mencari dasar argumentasi yang paling kuat,” dan akhirnya ”menerima dan mengukuhkan suatu kebenaran meskipun berlawanan dengan ideologinya tidak melakukan penyakralan terhadap pemikiran Islam. 30 Armahedi Mahzar, Islam Masa Depan Bandung Pustaka, 1983, h. Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2006, h. Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua, Merombak Pemikiran dan Mengembangkan Aksi Yogyakarta Teras, 2011, h. Ibid., h. 234-236. 220 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................Sikap penyakralan menunjukkan tidak adanya dinamika, keberanian melakukan pencermatan dan bahkan melemahkan kreativitas. Aspek yang penting dilakukan adalah mengubahnya menjadi kritik konstruktif. Tradisi kritik yang dilakukan dengan empati menjadi faktor penting kemajuan. Adapun mekanismenya dimulai dari ”telaah atas pemikiran,” kemudian ”pencarian kelemahan,” lalu ”penemuan kelemahan,” dilanjutkan dengan ”penyampaian kritik,” dilanjutkan dengan ”penawaran pemikiran baru sebagai solusi,” sebagai responnya adalah ”siap dikritik orang lain,” dan diakhiri ”menyiapkan argumentasi yang kuat secara ilmiah sebagai jawaban terhadap kritik orang lain tersebut”.34Keempat, mengubah kecenderungan tradisi berpikir aksiologis menjadi berpikir secara epistemologis. Tradisi berpikir aksiologis ditandai dengan kecenderungan untuk berdebat pada persoalan-persoalan elementer yang hanya menghabiskan energi tetapi tanpa kontribusi untuk kemajuan. Konsentrasi aksiologis pada hasil dan nilai kurang produktif sehingga penting untuk digeser menjadi wilayah proses dan cara. Aspek ini menjadi konsentrasi pemikiran epistemologis. Pemikiran ini dapat mendorong untuk mengkonstruk ilmu pengetahuan. Penguasaan terhadap pemikiran epistemologi menjadi bekal penting untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, bahkan sangat mungkin untuk membangun ilmu. Langkah yang dapat ditempuh dimulai dari ”menguasai lsafat,” lalu ”menguasai epistemologi,” dilanjutkan dengan ”menguasai metode metodologi,” yang membawa hasil berupa ”menemukan gumpalan pengetahuan knowledge,” dan diujungnya ”merumuskan ilmu pengetahuan.”35Kelima, mengubah tradisi berpikir yang menekankan pada penguasaan materi menjadi penekanan pada metodologi. Penguasaan materi itu penting, tetapi tidak cukup untuk membangun kemajuan. Karena itu harus diimbangi dengan penguasaan metodologi. Semua 34 Ibid., h. Ibid., h. 237-239. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 221Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................negara maju adalah bangsa yang bermetodologi. Upaya perumusan pengetahuan menjadi ilmu bisa ditempuh melalui langkah awal berupa ”telaah terhadap materi keilmuwan,” lalu dilanjutkan dengan ”pencarian metode pengembangan,” yang hasilnya berupa ”penemuan metode baru yang bersifat mengembangkan.” Metode baru ini kemudian diikuti dengan ”aplikasi metode baru dalam mengembangkan ilmu pengetahuan,” dan ditutup dengan ”pengembangan khazanah keilmuwan.”36 Keenam, mengubah mentalitas inferior menjadi superior dalam kerangka pengembangan pemikiran-pemikiran strategis. Dibutuhkan keberanian untuk menyampaikan gagasan di tengah publik sekaligus berani dikritik dan diuji keabsahannya oleh orang lain. Modal utama untuk melakukan tahap ini adalah keberanian dan kemampuan. Agenda ini mekanismenya dimulai dari ”perenungan secara mendalam terhadap masalah-masalah mendasar yang dihadapi oleh umat.” Setelah dilakukan secara serius langkah ini menghasilkan ”penemuan konsep pemikiran-pemikiran strategis.” Jika ini mampu dilakukan maka langkah selanjutnya adalah ”upaya menumbuhkan keberanian menyampaikan temuan pemikiran secara mandiri dan bertanggungjawab.” Puncak dari langkah ini adalah ”semangat mengatasi problem-problem yang dihadapi umat.”37Ketujuh, mengubah tradisi mengekspresikan pikiran secara lisan menjadi tradisi tulis. Tradisi tulis adalah tradisi masyarakat maju. Parameter kualitas ilmuwan adalah tulisan, bukan pidato. Adapun tahapan yang ditempuh diawali dengan ”menentukan tema tulisan,” lalu ”mencari data teoritis dan empiris.” Setelah terpenuhi maka biasanya akan ”merangsang timbulnya gagasan dan mengidentikasinya,” untuk kemudian ”melakukan pengelompokkan clustering data dan gagasan”, lalu ”mengekspresikan data dan gagasan tersebut dalam bentuk tulisan.” Dua langkah terakhir adalah ”mencermati ulang” dan ”melakukan revisi”.38 Kedelapan, mengubah tradisi menyampaikan pemikiran orang lain 36 Ibid., h. Ibid., h. Ibid., h. 243-244. 222 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................menjadi tradisi menyampaikan pemikiran sendiri. Untuk merealisasikan gagasan ini, beberapa langkah yang dapat ditempuh adalah, ”semangat mengejar ketinggalan dari orang-orang Barat,” lalu diikuti dengan langkah ”usaha mengukur kualitas pemikiran dan penelitian mereka,” kemudian memiliki ”semangat menandingi mereka,” lalu ”semangat melakukan pendalaman pemikiran dan penelitian,” setelah itu ”semangat berargumentasi secara ilmiah,” dan diakhiri dengan ”semangat menawarkan alternatif-alternatif pemikiran paradigmatik”.39 Kesembilan, mengembangkan sosialisasi pemikiran dari skala lokal-nasional menjadi skala internasional. Mekanismenya adalah ”menyusun tulisan yang berkualitas internasional,” lalu ”menggunakan bahasa Inggris atau Arab”, kemudian ”mencari penerbit yang bersedia menerbitkan di penerbit luar negeri”, kemudian ”pelaksanaan penerbitan” dan diakhiri dengan ”pendistribusian secara internasional”.40KesimpulanDalam perkembangannya, ilmu pengetahuan membutuhkan usaha dan strategi yang tepat. Tanpa usaha serius dan sistematis, ilmu pengetahuan hanya akan menjadi milik kaum elit yang tidak berperan signikan dalam memajukan kehidupan. Pada titik inilah, ilmuwan dituntut sebagai gur kunci menjadi penentunya. Dalam menjalankan tugasnya, ilmuwan harus melandaskan diri pada etika. Tanpa mempertimbangkan aspek etika, seorang ilmuwan bisa terjatuh pada perilaku tidak terpuji. Ia bisa saja mengorbankan ilmu pengetahuan yang dikuasainya untuk kepentingan pragmatis. Adanya etika menjadi penanda agar aspek kemanusiaan menjadi prioritas penting dalam pengembangan ilmu juga menjadi kunci penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Tanpa strategi yang tepat ilmu pengetahuan tidak 39 Ibid., h. Ibid., h. 246-247. Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 223Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................akan mampu bertransformasi secara praktis dalam konteks kemajuan masyarakat, termasuk masyarakat Indonesia. Pada titik inilah, ilmuwan harus melakukan berbagai terobosan agar ilmu pengetahuan bukan hanya milik mereka, tetapi juga milik masyarakat luas. 224 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................Daftar PustakaAbdullah, M. Amin, Islamic Studies di Perguruan Tinggi Pendekatan Integratif-Interkonektif, Yogyakarta Pustaka Pelajar, Adi, Richard Rorty, Jakarta Teraju, Afan, ”Modernitas dan Islam Dua Kutub yang Bertentangan?”, dalam Ahmad Syai Maarif eds., Al-Qur’an dan Tantangan Modernitas, Cet. 4, Yogyakarta Sipress, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta Liberty, Muhammad AS., Demokrasi dan Civil Society, Cet. 2, Jakarta LP3ES, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta Rajawali Pers, Wang Xiang, China Membeli Dunia, Yogyakarta Pustaka Solomon, 2010. Kadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, terj. Hasan Basri, Jakarta Yayasan Obor Indonesia, Yudi, Masa Lalu yang Membunuh Masa Depan, Bandung Mizan, Revolusi Pancasila, Bandung Mizan, Islam Dinamis Islam Harmonis, Lokalitas Pluralisme Terorisme, Yogyakarta LKiS, Armahedi, Islam Masa Depan, Bandung Pustaka, Rizal dan Munir, Misnal, Filsafat Ilmu, Yogyakarta Pustaka Pelajar, Mujamil, Merintis Kejayaan Islam Kedua, Merombak Pemikiran dan Mengembangkan Aksi, Yogyakarta Teras, Dagobert D., Dictionary of Philosophy, New Jersey Littleeld, Adam & Co, Totowa, A. Khudori, ”Mencermati Gagasan Islamisasi Ilmu Faruqi,” Jurnal El-Harakah, Edisi 57, Tahun XXII, Desember 2001-Februari Pembangunan dan Kebebasan, Jakarta LP3ES, Th., “Kebebasan dan Para Cendekiawan,” dalam Akhmad Fikri AF eds., Anarki Kepatuhan, Yogyakarta LKiS, Suhartono, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Persoalan Eksistensi dan Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015 ж 225Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi.................Hakikat Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta Ar-Ruzz Media, 2008. Suseno, Franz Magnis, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Cet. 5 Jakarta Gramedia, 1999. Suriasumantri, Jujun S., Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial dan Politik, Jakarta Gramedia, 1986. Sya’ie, Imam, Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Alquran, Telaah dan Pendekatan Filsafat Ilmu, Yogyakarta UII Press, Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta Balai Pustaka, M., “Pengembangan Sumber Daya Manusia PTIS dalam Pembangunan Jangka Panjang 25 Tahun Tahap Kedua,” dalam Azwar Anas, dkk, Kompetensi Perguruan Tinggi Islam Swasta dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua, Yogyakarta Tiara Wacana, 1993. 226 ж Epistemé, Vol. 10, No. 1, Juni 2015Maftukhin Ilmuwan, Etika dan Strategi................. ... Sewajarnya, kemajuan teknologi ini menggalakkan pembelajaran kendiri yang membantu mahasiswa untuk membangunkan personaliti diri melalui pembacaan dan pencarian bahan rujukan ilmiah Abdullah 2004;Maria et al. 2011. Namun dalam keghairahan mengejar keperluan revolusi industri ini, perkara yang perlu diambil perhatian juga adalah kesan negatif teknologi terhadap manusia seperti kebergantungan kepada teknologi Maftukhin, 2015, lemah daya tumpuan, pengurangan peranan modal insan serta perubahan dalam keperluan pendidikan, cara hidup dan berinteraksi Ali et al. 2017. Perkara ini lebih rumit apabilalambakan maklumat mengundang kekeliruan dalam masyarakat kerana lemah dalam menganalisis Mohd Farid, 2016. ...... Tambahan pula, membaca merupakan asas penting dalam menghasilkan penulisan ilmiah yang bermutu. Ia adalah kemahiran yang mesti ada pada pelajar institut pengajian tinggi Pineteh, 2014;Chokwe, 2013 dan para ilmuwan Abu Hassan 2006;Fairbairn & Fairbairn 2011;Maftukhin 2015 bagi membolehkan idea dan pemikiran diekspresikan melalui penulisan yang berkualiti. Selain itu, peranan motivasi intrinsik dalam cinta ilmu juga perlu dicambahkan kerana tindakan seseorang adalah bergantung kepada dorongan dalaman di samping faktor luaran. ...... Justeru, dorongan untuk mencintai ilmu turut mempunyai hubungan dengan keperibadian ummah cemerlang yang terdiri daripada ibadah, akidah dan akhlak. Ini menepati peranan ilmu sebagai wasilah dalam membangunkan keluhuran nilai-nilai kemanusiaan Maftukhin 2015. Mereka yang benar-benar mencintai ilmu sentiasa berusaha mencari makna dalam setiap ilmu yang dipelajari Bain 2012. ...Kemajuan teknologi hari ini merupakan sebahagian daripada kesan Revolusi Industri yang melibatkan perubahan dalam pelbagai aspek hidup manusia termasuk keilmuan dan keperibadian. Mahasiswa Muslim hari ini perlu dilengkapkan dengan ilmu dan kemahiran yang sesuai bagi menghadapi cabaran revolusi ini. Di samping itu, keperibadian ummah cemerlang yang berdaya saing perlu dibangunkan agar mampu memanfaatkan perkembangan ini selaku khalifah. Kajian ini bertujuan untuk menjalankan Analisis Penerokaan Faktor EFA dan Analisis Pengesahan Faktor CFAbagi menguji kesesuaian pemboleh ubah Instrumen Cinta Ilmu dan Keperibadian Ummah Cemerlang. Satu set soal selidik diedarkan kepada 415 mahasiswa Muslim dan dianalisis menggunakan ujian analisis pengesahan faktor CFA dengan bantuan perisisan AMOS Merujuk kepada modifikasi dan nilai goodness of-fit, didapati nilai fit indices adalah lebih baik setelah melalui beberapa proses perubahan. Selain itu, ujian kesahan dan kebolehpercayaan turut dilakukan terhadap model pengukuran ini. Hasil kajian menunjukkan bahawa model pengukuran cinta ilmu yang sah terdiri daripada enam pembolehubah iaitu cinta pembacaan dan motivasi intrinsik yang mewakili cinta ilmu serta ibadah, akidah, akhlak terhadap keluarga dan akhlak terhadap masyarakat yang mewakili keperibadian ummah cemerlang. Analisis ini menunjukkan terdapat hubungan antara cinta ilmu dengan keperibadian ummah cemerlang. Maka, kajian ini mengetengahkan keperluan masyarakat dan universiti untuk memberi perhatian kepada usaha menyuburkan budaya ilmu mahasiswa dan mengembangkannya supaya nilai-nilai murni ini tidak terhad kepada manfaat individu sahaja tetapi juga orang lain.... Etika ini harus diajarkan dalam pembelajaran biologi dan diterapkan dalam kegiatan praktikum dengan harapan dapat melatih akademisi sebagai calon peneliti bidang biologi untuk menerapkan prinsip etika dalam seluruh aktivitas penelitiannya. Peneliti penting menerapkan prinsip etika dalam seluruh aktivitas penelitian biologi agar dapat menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk manusia tanpa merugikan makhluk hidup lain dan lingkungan sekitar Maftukhin, 2015;Sya'roni, 2014. ...Novatul Labibah Abdul Rasyid Fakhrun GaniIrine NiandariAndi Basliahwanti MurtiThis study aims to analyze the role of basic ethical principles and codes of ethics in biological research using human and animal subjects, so that academics are expected to understand and apply ethics in their research through biology learning. This study uses qualitative methods through the stages of data collection, data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results show that biological research with human subjects must apply three basic ethical principles including autonomy, generosity, and justice. Three ethical principles that must be applied in biological research with experimental animal subjects are replacement, reduction, and refinement. Thus, the role of ethics in biological research is to regulate researchers in carrying out research regarding what to do, what can and cannot be done through a code of ethics in the form of honesty, integrity, thoroughness, openness, respect for intellectual rights, confidentiality, responsibility for publications, mentoring responsibility, social responsibility, non-discrimination, competence, and legality. Biological research ethics needs to be taught in biology learning so that academics as prospective researchers can understand and comply with them, so that their findings avoid ethical problems that harm humans, animals or the environment.... Jurnal dipakai sebagai ajang untuk mempublikasikan hasil penelitian pada kajian keilmuan tertentu spesifik dan dalam rangka pengembangan keilmuan tersebut. Sedikit kontraproduktif dengan hasil penelitian Maftukhin 2015, yaitu bahwa salah satu strategi yang bisa dipakai dalam pengembangan ilmu pengetahuan adalah dengan relasi antar ilmu yang berarti mempersyaratkan adanya keluasan cakupan keilmuan. ...This study aims to map educational management studies in Indonesia, which includes the mapping of educational management studies in state and private colleges; as well as the comparison between the number of scientific journals and the number of educational management study programs from all levels of higher education in Indonesia. This study employed quantitative research methods and its data sources were originated from documents available on the website of Sinta Kemenristek/BRIN. The data were analyzed by employing descriptive statistics and explained by using descriptive narrations. The results show that there are 48 subjects of educational management studies in Indonesia and there are 299 authors who conduct studies on these subjects. These studies were published by 24 scientific journals. The subjects of educational management and Islamic educational management studies have the most sub-studies compared to other study subjects, including 12 sub-studies offered by these scientific journals. Moreover, there are 7 scientific journals owned by private Islamic colleges, 6 scientific journals owned by state colleges, 2 scientific journals owned by private colleges, and 1 scientific journals owned by a scientific community. Keywords Educational management; mapping scientific journals Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kajian manajemen pendidikan di Indonesia, yang mencakup pemetaan kajian manajemen pendidikan di PTN dan PTS; serta perbandingan antara jumlah jurnal dengan jumlah program studi manajemen pendidikan dari semua jenjang pendidikan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan sumber data dari dokumen di website sinta Kemenristek/BRIN. Analisis data menggunakan statistik deskriptif, dan dijelaskan dengan menggunakan kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan subyek kajian manajemen pendidikan di Indonesia tercatat sejumlah 48 dan terdapat 299 orang penulis yang mengkajinya. Terwadahi dalam jurnal yang berjumlah 24 jurnal. Subyek kajian Education Management/Islamic Education Management juga paling banyak memiliki sub kajian dibandingkan subyek kajian lainnya yaitu memiliki 12 sub kajian yang ditawarkan oleh jurnal. Jurnal terbanyak dimiliki oleh PTKIN yaitu 8 jurnal dan PTKIS dengan 7 jurnal, selebihnya 6 jurnal dari PTN, 2 jurnal dari PTS dan 1 jurnal dari komunitas keilmuan. Kata kunci Peta kajian jurnal; manajemen pendidikan... There are a lot of types of non-scientific knowledge in Java Island influenced by traditional beliefs. Maftukhin 2015 explained that scientific knowledge has clear boundaries with modern knowledge, not all indigenous knowledge in society could be studied scientifically. This study reinforces the importance of mastering the basic concepts of scientific knowledge for prospective teachers who planned to transform traditional knowledge into scientific knowledge. ...The research explores the indigenous knowledge of Java north coast community in Java Island, Indonesia. The research is carried out with prospective science teachers employing the Science Integrated Learning SIL model. The method adopted is descriptive research. The correlation test resulted in the sig. value Due to the secular paradigm, modern Western knowledge becomes dry, even apart from the monotheistic or theological values. Consequently, modern science sees nature and man as mere material and incidental existence without God's interference, so that it can be exploited without calculation. This paper reviews the idea of Faruqi bringing together the secular and Western paradigm in the birth of modern monotheistic scholarship. The Islamization program of Faruqi science emphasizes on the total overhaul of western social science because it is considered Eurocentric. The steps of Islamization of the given science and its criticism of the reality of Islamic education is a major contribution to the reform of the Islamic education system. The ideas that need to be conveyed are first, the relevance of Islam in every field of science. Second, the principle of the unity of truth and knowledge. Thirdly, objective criteria in providing an epistemological basis for the natural and social sciences today are mistaken. Fourth, the discipline of science is not regulated and appears immediately Akibat paradigma yang sekuler, pengetahuan modern Barat menjadi kering, bahkan terpisah dari nilai-nilai tauhid atau teologis. Akibatnya, sains modern melihat alam dan manusia hanya sebagai material dan insidental yang eksis tanpa interfensi Tuhan, sehingga ia bisa dieksploitir tanpa perhitungan. Tulisan ini mengulas gagasan Faruqi mempertemukan paradigma sekuler dan Barat dalam melahirkan keilmuan modern yang bertauhid. Program Islamisasi ilmu Faruqi menekankan perombakan total atas keilmuan sosial barat karena dianggap bersifat Eurosentris. Langkah-langkah Islamisasi ilmu yang diberikan dan kritiknya terhadap realitas pendidikan Islam merupakan sumbangan besar bagi perombakan sistem pendidikan Islam. Gagasan yang perlu di sampaikan adalah pertama, relevansi Islam di setiap bidang ilmu pengetahuan. Kedua, prinsip kesatuan kebenaran dan pengetahuan. Ketiga , kriteria objektif dalam memberikan basis epistemologi bagi ilmu alam dan sosial saat ini dirasa keliru. Keempa t, disiplin ilmu tidak diatur dan muncul serta merta.
Dengankata lain ilmu pengetahuan tidak menerobos kepada inti objeknya yang sama sekali tersembunyi dari observasi. para Ilmuwan makin menyadari bahwa perkembangan ilmu dan pencapaiannya telah mengakibatkan banyak penderitaan manusia , ini tidak terlepas dari pengembangan ilmu dan teknologi yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai moral serta
Sejarah Perkembangan Ilmu PengetahuanAbstract. This article focuses on the history of development of science. It firstly discusses the relation between human being and their efforts to know environment around them and to solve their daily problems by trial and error method. The next generation develops their inventions by examining, researching, and inventing the new one. It secondly proves that knowledge and sciences are across culture and civilization by explanations of development of sciences from ancient era like Egypt and Greek to medieval era like Islam and Medieval Europe and their last transformation to Modern Europe and contemporary Western history, knowledge, science, ancient civilizations, medieval era of Islam, modern Europe, contemporary Western civilizationPendahuluan “Sejarah tertulis berisi rekaman yang sangat sporadis dan tidak lengkap”, demikian Gordon Childe menulis, “tentang apa yang telah manusia lakukan di pelbagai belahan dunia selama lima ribu tahun terakhir”.[1]Idealnya sejarah adalah rekaman tentang semua rentetan peristiwa yang telah terjadi, yang berfungsi sebagai pengungkap segala sesuatu sesuai dengan fakta yang ada tanpa distorsi sedikitpun, tetapi pada kenyataannya ia hanya mengungkap sebagian rentetan peristiwa tersebut dan tidak bisa lepas sepenuhnya dari rekayasa yang biasanya dilakukan oleh penguasa politik. Meskipun fenomena semacam ini pernah terjadi, tetapi hal ini tidak bisa dianggap sebagai persoalan remeh bahkan harus diluruskan, karena menyangkut dan memengaruhi kehidupan generasi selanjutnya sebagai aktor sejarah berikutnya. Apalagi sejarah yang dimaksud adalah sejarah tentang ilmu pengetahuan yang merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, perlu adanya usaha yang sungguh-sungguh serta tanggung jawab moral dan akademik dalam pemaparan sejarah. Sebelum memaparkan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, penulis harus mengungkap sekilas tentang perbedaan antara pengetahuan dan ilmu agar tidak terjebak pada kesalahpahaman mengenai keduanya, sehingga pembaca bisa memahami dengan mudah dan benar apa yang dimaksud dengan sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dalam makalah ini. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu.[2]Jadi ilmu lebih khusus daripada pengetahuan, tetapi tidak berarti semua ilmu adalah pengetahuan. Uraian singkat di atas menggiring kita pada kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan di sini adalah ilmu bukan pengetahuan. Ilmu beraneka-ragam. Maskoeri Jasin membagi ilmu pengetahuan ke tiga kategori besar. Pertama, Ilmu Pengetahuan Sosial yang meliputi psikologi, pendidikan, antropologi, etnologi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi. Kedua, Ilmu Pengetahuan Alam yang meliputi fisika, kimia, dan biologi botani, zoologi, morfologi, anatomi, fisiologi, sitologi, histologi, dan palaentologi. Ketiga, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa yang meliputi geologi petrologi, vulkanologi, dan mineralogi, astronomi, dan geografi fisiografi dan geografi biologi.[3]Karena luasnya cakupan ilmu, penulis hanya fokus pada sejarah perkembangan sebagian ilmu dari masa ke masa yang terekam oleh literatur-literatur sejarah yang ada dan menyebutkan sebagian tokoh di balik penemuan teori ilmu dan pengembangannya. Ilmu Pengetahuan Zaman Purba Secara garis besar, Amsal Bakhtiar membagi periodeisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi empat periode pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan modern, dan pada zaman kontemporer.[4]Periodeisasi ini mengandung tiga kemungkinan. Pertama, menafikan adanya pengetahuan yang tersistem sebelum zaman Yunani kuno. Kedua, tidak adanya data historis tentang adanya ilmu sebelum zaman Yunani kuno yang sampai pada kita. Ketiga, Bakhtiar sengaja tidak mengungkapnya dalam bukunya. Jika kemungkinan pertama yang terjadi, maka informasi dari teks-teks agama tentang nama-nama yang Adam ketahui, misalnya, tidak termasuk ilmu tetapi hanya pengetahuan belaka. Jika kemungkinan kedua yang benar, maka bukan berarti pengetahuan yang tersistem hanya ditemukan dan dimulai pada zaman Yunani kuno, tetapi ia sudah ada sebelumnya hanya saja informasinya tidak sampai pada kita. Jika kemungkinan ketiga yang berlaku, maka penulis perlu mengungkapnya meski hanya sekilas karena keterbatasan referensi yang ada pada George J. Mouly, permulaan ilmu dapat disusur sampai pada permulaan manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia.[5]Masa manusia purba dikenal juga dengan masa pra-sejarah. Menurut Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, masa sejarah dimulai kurang lebih sampai 600 tahun Sebelum Masehi. Pada masa ini pengetahuan manusia berkembang lebih maju. Mereka telah mengenal membaca, menulis, dan berhitung. Kebudayaan mereka pun mulai berkembang di berbagai tempat tertentu, yaitu Mesir di Afrika, Sumeria, Babilonia, Niniveh, dan Tiongkok di Asia, Maya dan Inca di Amerika Tengah. Mereka sudah bisa menghitung dan mengenal angka.[6]Meski agak berbeda dengan pendapat tersebut, Muhammad Husain Haekal 1888-1956 berpendapat lebih spesifik bahwa sumber peradaban sejak lebih dari enam ribu tahun yang lalu berarti sekitar 4000 SM adalah Mesir. Zaman sebelum itu dimasukkan orang ke dalam kategori pra-sejarah. Oleh karena itu, sukar sekali akan sampai kepada suatu penemuan yang ilmiah.[7] Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai permulaan zaman pra-sejarah dan zaman sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu lahir seiring dengan adanya manusia di muka bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu biasanya muncul belakangan. Penekanan terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih diutamakan daripada penamaannya. Teori ini berlaku secara umum terhadap beberapa – untuk tidak dikatakan semua– disiplin ilmu dari generasi ke generasi. Berbekal otak, pengalaman, dan pengamatan terhadap gejala-gejala alam, manusia purba sudah barang tentu memiliki seperangkat pengetahuan yang dapat membantu mereka mengarungi kehidupan. Seperangkat pengetahuan tersebut semakin lama akan semakin tersusun rapi karena inilah karakteristik dasar ilmu. Jika kita menafikan adanya ilmu tertentu yang mereka miliki, maka kita akan sulit menjawab pertanyaan mungkinkah mereka bisa bertahan hidup bertahun-tahun tanpa bekal apapun?Selanjutnya Mouly menyebutkan bukti-bukti secara berurutan terhadap pernyataannya sebagai berikut Usaha mula-mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri, dan kegiatan survei. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babilonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan yang berharga meskipun tidak seinsentif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu di mana mereka bukan saja menyumbang perkembangan ilmu dengan astronomi, kedokteran, dan sistem klasifikasi Aristoteles, namun juga silogisme yang menjadi dasar bagi penjabaran secara deduktif pengalaman-pengalaman manusia.[8]Peradaban Mesir kuno, misalnya, mewariskan peninggalan-peninggalan bermutu tinggi seperti piramida, kuil, dan sistem penatanan kota. Peninggalan-peninggalan ini tidak mungkin ada tanpa adanya ilmu yang mereka miliki. Proses pembangunan piramida yang menjulang tinggi dan tersusun dari batu-batu besar pilihan tak bisa lepas dari matematika dan arsitektur. Begitu pula dengan proses pembangunan kuil megah mereka. Sementara itu, sistem penataan kota membutuhkan arsitektur dan administrasi pemerintahan. Dengan kata lain, peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut menunjukkan adanya ilmu-ilmu tertentu yang mereka miliki sehingga mereka bisa mewujudkan impian mereka menjadi kenyataan. Menurut Haekal, Mesir adalah pusat yang paling menonjol membawa peradaban pertama ke Yunani atau Rumawi.[9] Sementara itu, menurut Betrand Russell, pada masa Babilonia lahir beberapa hal yang tergolong ilmu pengetahuan pembagian hari menjadi dua puluh empat jam, lingkaran menjadi 360 derajat, penemuan siklus gerhana yang memungkinkan terjadinya gerhana bulan bisa diramal dengan tepat dan gerhana matahari dengan beberapa perkiraan. Pengetahuan bangsa Babilonia ini sampai ke tangan Thales[10], filosof Yunani. Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi padanya, termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya. Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan pola pikir manusia dari mitosentris menjadi logosentris. Dari proses inilah kemudian ilmu berkembang dari rahim filsafat yang akhirnya kita nikmati dalam bentuk teknologi. Karena itu, periode perkembangan filsafat Yunani merupakan entri poin untuk memasuki peradaban baru umat manusia. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya.[11] Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales 624-546 SM, setelah itu Anaximandros 610-540 SM, Heraklitos 540-480 SM, Parmenides 515-440 SM, dan Phytagoras 580-500. Thales, yang dijuluki bapak filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air. Menurut Anaximandros substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya yang dinamakan apeiron, bukan air atau tanah. Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api. Bertolak belakang dengan Heraklitos, Parmenides berpendapat bahwa realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Phytagoras berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Jasa Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung pada pendekatan matematika.[12]Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk beluk alam semesta. Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justeru merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka mengilhami generasi mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras 481-411 SM, tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal humanisme. Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan dia tidak menganggap teori matematika mempunyai kebenaran absolut. Selain Protagoras ada Gorgias 483-375 SM. Menurutnya, penginderaan tidak dapat dipercaya. Ia adalah sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang alam semesta karena akal kita telah diperdaya oleh dilema subyektifitas. Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final tentang etika, agama, dan metafisika.[13]Pandangan para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof setelahnya seperti Socrates 470-399 SM, Plato 429-347 SM, dan Aristoteles 384-322 SM. Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan. Bagi Plato, esensi mempunyai realitas yang ada di alam idea. Kebenaran umum ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea. Filsafat Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah filosof yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis logika, metafisika, dan fisika dan praktis etika, ekonomi, dan politik. Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Dia dianggap sebagai bapak ilmu karena mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis.[14]Karena demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan Aristoteles, Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat sesudah masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka terhadap ajaran-ajaran mereka.[15]Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena umat Islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka, mereka juga melakukan inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki karakteristik Pengetahuan Zaman Islam KlasikIlmu-ilmu keislaman seperti tafsir, hadis, fiqih, usul fiqih,[16]dan teologi sudah berkembang sejak masa-masa awal Islam hingga sekarang. Khusus dalam bidang teologi, Muktazilah dianggap sebagai pembawa pemikiran-pemikiran rasional. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada zaman Islam klasik 650-1250 M. Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria Mesir, Jundisyapur Irak, Antakia Syiria, dan Bactra Persia.[17] W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian –pada sekitar tahun 900 M– ke Baghdad. Kolese Kristen Nestorian di Jundisyapur, pusat belajar yang paling penting, melahirkan dokter-dokter istana HÄrÅn al-RashÄd dan penggantinya sepanjang sekitar seratus tahun. Akibat kontak semacam ini, para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mÅn 813-833 M. Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.[18] Buku-buku matematika dan astronomi adalah buku-buku yang pertama kali diterjemahkan. Al-KhawÄrizmÄ Algorismus atau Alghoarismus merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar. Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-KhawÄrizmÄ dan para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka. Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-NayrÄzÄ atau Anaritius w. 922 M dan Ibn al-Haytham atau Alhazen w. 1039 M. Ibn al-Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata.[19]Di bidang astronomi, al-BattÄnÄ Albategnius menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-BattÄnÄ, ada JÄbir ibn Aflaḥ Geber dan al-Biá¹rÅjÄ Alpetragius. JÄbir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-MajrÄá¹Ä w. 1007 M, Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-á¹¢affÄr. Ibn AbÄ al-RijÄl Abenragel di bidang astrologi.[20] Dalam bidang kedokteran ada AbÅ Bakar Muḥammad ibn ZakariyyÄ al-RÄzÄ atau Rhazes 250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M[21], Ibn SÄnÄ atau Avicenna w. 1037 M, Ibn Rushd atau Averroes 1126-1198 M, AbÅ al-QÄsim al-ZahrÄwÄ Abulcasis, dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar w. 1161 M. Al-ḤÄwÄ karya al-RÄzÄ merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu SÄnÄ sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan AbÅ al-QÄsim al-ZahrÄwÄ tentang pembedahan operasi dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.[22]Dalam bidang kimia ada JÄbir ibn ḤayyÄn Geber dan al-BÄrÅnÄ 362-442 H/973-1050 M. Sebagian karya JÄbir ibn ḤayyÄn memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-BÄrÅnÄ mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi.[23] Dalam bidang botani, zoologi, mineralogi, karya orang Arab mencakup gambaran dan daftar berbagai macam tanaman, binatang, dan batuan. Beberapa di antaranya memiliki kegunaan praktis, yakni ketika karya tersebut dihubungkan dengan bidang farmakologi dan perawatan medis.[24]Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan filsafat. Sebut saja al-KindÄ, al-FÄrÄbÄ w. 950 M, Ibn SÄnÄ atau Avicenna w. 1037 M, al-GhazÄlÄ w. 1111 M, Ibn BÄjah atau Avempace w. 1138 M, Ibn Ṭufayl atau Abubacer w. 1185 M, dan Ibn Rushd atau Averroes w. 1198 M.[25]Menurut Felix Klein-Franke, al-KindÄ berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian diteruskan dan dikembangkan oleh al-FÄrÄbÄ. Al-KindÄ sangat ingin memperkenalkan filsafat dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab, seperti yang sering dia tandaskan, dan menentang para teolog ortodoks yang menolak pengetahuan asing.[26]Menurut Betrand Russell, Ibn Rushd lebih terkenal dalam filsafat Kristen daripada filsafat Islam. Dalam filsafat Islam dia sudah berakhir, dalam filsafat Kristen dia baru lahir. Pengaruhnya di Eropa sangat besar, bukan hanya terhadap para skolastik, tetapi juga pada sebagian besar pemikir-pemikir bebas non-profesional, yang menentang keabadian dan disebut Averroists. Di Kalangan filosof profesional, para pengagumnya pertama-tama adalah dari kalangan Franciscan dan di Universitas Paris.[27]Rasionalisme Ibn Rushd inilah yang mengilhami orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau Pengetahuan Zaman Renaisans dan Modern Michelet, sejarahwan terkenal, adalah orang pertama yang menggunakan istilah renaisans. Para sejarahwan biasanya menggunakan istilah ini untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual, khususnya di Eropa, dan lebih khusus lagi di Italia sepanjang abad ke-15 dan ke-16. Agak sulit menentukan garis batas yang jelas antara abad pertengahan, zaman renaisans, dan zaman modern. Bisa dikatakan abad pertengahan berakhir tatkala datangnya zaman renaisans. Sebagian orang menganggap bahwa zaman modern hanyalah perluasan dari zaman renaisans. Renaisans adalah periode perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern. Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan rasionalisme. Sains berkembang karena semangat dan hasil empirisisme, sementara Kristen semakin ditinggalkan karena semangat humanisme.[28] Tokoh penemu di bidang sains pada masa renaisans abad 15-16 M Nicolaus Copernicus 1473-1543 M, Johanes Kepler 1571-1630 M, Galileo Galilei 1564-1643 M,[29]dan Francis Bacon 1561-1626 M. Copernicus menemukan teori heliosentrisme, yaitu matahari adalah pusat jagad raya, bukan bumi sebagaimana teori geosentrisme yang dikemukakan oleh Ptolomeus 127-151. Menurutnya, bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan mengelilingi matahari. Teori ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama astronomi.[30]Kepler adalah ahli astronomi Jerman yang terpengaruh ajaran Copernicus. Dialah yang menemukan bahwa orbit planet berbentuk elips; bahwa planet bergerak cepat bila berada di dekat matahari dan lambat bila jauh darinya. Galileo adalah ahli astronomi Italia yang melakukan pengamatan teleskopik dan mengukuhkan gagasan Copernicus bahwa tata surya berpusat pada matahari. Inkuisi takut akan penemuannya dan memaksanya meninggalkan studi astronominya. Dia juga berjasa dalam menetapkan hukum lintasan peluru, gerak, dan percepatan.[31]Dialah penemu planet Jupiter yang dikelilingi oleh empat buah bulan.[32] Selanjutnya tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern abad 17-19 M Sir Isaac Newton 1643-1727 M, Leibniz 1646-1716 M, Joseph Black 1728-1799 M, Joseph Prestley 1733-1804 M, Antonie Laurent Lavoiser 1743-1794 M, dan Thompson. Newton adalah penemu teori gravitasi, perhitungan calculus, dan optika yang mendasari ilmu alam. Pada masa Newton, ilmu yang berkembang adalah matematika, fisika, dan astronomi. Pada periode selanjutnya ilmu kimia menjadi kajian yang amat menarik. Black adalah pelopor dalam pemeriksaan kualitatif dan penemu gas CO2. Prestley menemukan sembilan macam hawa No dan oksigen yang antara lain dapat dihasilkan oleh tanaman. Lavoiser adalah peletak dasar ilmu kimia sebagaimana kita kenal sekarang. Thompson menemukan elektron. Dengan penemuannya ini, maka runtuhlah anggapan bahwa atom adalah bahan terkecil dan mulailah ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika yaitu fisika nuklir. Perkembangan ilmu pada abad ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara pada abad ke-19 lahirlah pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi, dan sosiologi.[33]Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi perkembangan ilmu zaman Pengetahuan Zaman Kontemporer Perbedaan antara zaman modern dengan zaman kontemporer yaitu zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang terjadi hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman ini meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi rekayasa genetika, informasi, dan komunikasi. Zaman kontemporer identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang.[34] Sasaran rekonstruksi dan dekonstruksi biasanya teori-teori ilmu sosial, eksakta, dan filsafat yang ada sudah ada sebelumnya, sementara inovasi-inovasi teknologi semakin hari semakin cepat seperti yang kita saksikan dan nikmati sekarang ini. Teknologi merupakan buah dari perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari generasi ke generasi. Komputer merupakan hasil pengembangan dari perkembangan listrik elektronika yang pada awal penemuannya oleh Faraday belum diketahui kegunaannya. Penemuan bola lampu oleh Edison disusul oleh penemuan radio, televisi, dan komputer.[35]Dari komputer berkembang ke PC private computer, lap top, dan terakhir simuter yaitu komputer jenis PDA personal digital assistans.[36]Semua contoh ini merupakan bukti bahwa penemuan teknologi sebagai buah perkembangan ilmu masih berkaitan dengan penemuan-penemuan sebelumnya yang kemudian dikembangkan dengan ukuran fisik yang semakin kecil, tetapi memiliki beragam keunggulan yang lebih besar. Salah satu hasil teknologi yang menakjubkan dan kontroversial adalah teknologi rekayasa genetika yang berupa teknologi kloning. Dr. Gurdon dari Universitas Cambridge adalah orang pertama yang melakukan teknologi ini pada tahun 1961. Gurdon berhasil memanipulasi telur-telur katak sehingga tumbuh menjadi kecebong kloning. Pada tahun 1993, Dr. Jerry Hall berhasil mengkloning embrio manusia dengan teknik pembelahan. Pada tahun 1997, Dr. Ian Wilmut berhasil melakukan kloning mamalia pertama dengan kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Pada tahun yang sama lahir lembu kloning pertama yang diberi mana Gene. Pada tahun 1998, para peneliti di Universitas Hawai yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama berhasil melakukan kloning terhadap tikus hingga lebih dari lima generasi. Pada tahun 2000, Prof. Gerald Schatten berhasil membuat kera kloning yang diberi nama Tetra. Setelah berbagai keberhasilan teknik kloning yang pernah dilakukan, para ahli malah lebih berencana menerapkan teknik kloning pada manusia.[37]Setelah uraian-uraian di atas, selanjutnya kita lihat tabel klasifikasi perkembangan sebagian ilmu pengetahuan dari masa ke masa berdasarkan periodenya sebagai berikut[38] ILMU-ILMU 2000 SM-300 M 300 M-1400 M 1400 M-1600 M Abad ke-17 Abad ke-18 Abad ke-19 Abad ke-20 MATEMATIKA Ilmu HitungGeometriLogika Teori Bilangan AljabarGeometri AnalitikTrigonometri Probabilitas dan StatistikaPersamaan DiferensialKalkulusGeometri AnalistisTopologi Teori InformasiTeori FungsiGeometri Non-EuclidLogika Matematik FISIKA MekanikaOptika Termodinamika Keelektrikan dan Kemagnetan Kristalogi CryogenikMekanika StatistikaMekanika KwantumFisika PartikelFisika NuklirFisika PlasmaFisika AtomFisika MolekulFisika ZadatFisika Relativitas KIMIA Alkimia Kimia AroganikKimia Kedokteran Kimia Analistis PharmakologiBiokimiaKimia Organik Fisika KwantumKimia FisikaKimia NuklirKimia Polimer ASTRONOMI KosmologiAstronomi Posisionil Mekanika Benda Langit Astronomi Fisika AstronautikaRadio AstronomiAstrofisika GEOLOGI Eksplorasi GeodesiMineralogiMeteorologi GeofisikaStatigrafiSejarah GeologiPaleontologiMineralogiPetrologiGeormorphologiGeografi Fisika/Fisis Srtuktur GeologiGeokimiaHidrologiOceanografi BIOLOGI Ilmu Obat-obatan PhisiologiAnatomiBotani dan ZoologiEmbriologiPathologi Mikrobiologi Taksonomi BiofisikaAnatomi PerbandinganCitologiHistologiBiokimiaEkologi RadiobiologiBiologi MolekulGenetika SOSIAL PemerintahanSejarahFilsafat Politik Ekonomi ArkeologiAntropologi FisikSosiologi Antropologi BudayaPsikologi PenutupTabel di atas belum mencakup semua ilmu pengetahuan, karena menurut Jujun Suriasumantri, ilmu pengetahuan dewasa ini telah berkembang menjadi sekitar 650 cabang. Di samping sudah ada pemberdayaan antara ilmu-ilmu alam atau natural science dengan ilmu-ilmu sosial, dikenal pula dengan pembedaan ilmu dan ilmu terapan. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, menurut Chalmers, diperkirakan sejak 400 tahun yang lalu, yaitu sejak Copernicus, Galileo, Kepler, dan yang lebih jelas lagi sejak Francis Bacon pada abad ke-15 dan 16 sebagai ahli filsafat ilmu yang mengemukakan perlunya suatu metode dalam mempelajari pengalaman. Bacon menekankan bahwa eksperimen dan observasi yang intensif merupakan landasan perkembangan ilmu.[39]Fakta-fakta di atas menunukkan bahwa perkembangan ilmu tidak bisa dilepaskan dari rasa keingintahuan yang besar diiringi dengan usaha-usaha yang sungguh-sungguh melalui penalaran, percobaan, penyempurnaan, dan berani mengambil resiko tinggi sehingga menghasilkan penemuan-penemuan yang bermanfaat bagi suatu generasi dan menjadi acuan pertimbangan bagi generasi selanjutnya untuk mengoreksi, menyempurnakan, mengembangkan, dan menemukan penemuan selanjutnya. Faktor-faktor inilah yang kemudian menjadi pemacu bagi pesatnya perkembangan ilmu yang melatarbelakangi semakin cepatnya penemuan dalam bidang teknologi yang kadang membuat sebagian orang terlena karenanya sehingga tidak sadar bahwa sebagian ilmu yang disalahgunakan bisa menjadi ancaman serius bagi kehidupan penting yang perlu dicatat di sini adalah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan harus diimbangi dengan pengembangan moral-spiritual manusianya, karena sebagaimana kita tahu, perkembangan ilmu pengetahuan selain berdampak positif, ia juga berdampak negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positifnya adalah semakin mempermudah kehidupan manusia, sementara dampak negatifnya adalah semakin mengancam kehidupan mereka. Oleh karena itu, agar tatanan kehidupan manusia di dunia ini tetap lestari, maka perkembangan ilmu mesti diiringi dengan pengembangan moral-spiritual manusia itu sendiri. Perkembangan ilmu tanpa pengembangan moral-spiritual bisa menjadi ancaman bagi kehidupan manusia seperti yang bisa kita rasakan akhir-akhir ini yang berupa penyalahgunaan teknologi nuklir. Demikian pula pengembangan moral-spiritual tanpa diiringi perkembangan ilmu bisa menjadikan sebagian manusia kurang kreatif seperti yang terjadi pada orang Kristen pada zaman kegelapan Eropa. Dengan kata lain, antara otak dan hati harus mendapatkan porsi perhatian yang seimbang. Sejarah sudah membuktikannya. Sejarah merupakan disiplin ilmu yang memiliki validitas kebenaran yang tinggi sehingga layak dijadikan bahan untuk mengambil pelajaran ibrah. [] BibliografiBakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta Rajawali Pers, Gordon. What Happened in History. Harmondswort Penguin Books Ltd, Goodman, “Muḥammad ibn ZakariyyÄ al-RÄzÄ”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung Mizan, Klein-Franke, “Al-KindÄ”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman. Bandung Mizan, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta Litera AntarNusa, Maskoeri. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta RajaGrafindo Persada, J. Mouly, “Perkembangan Ilmu”, dalam Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, ed. Jujun S. Suriasumantri. Jakarta Gramedia, Kattsoff, Louis. Pengantar Filsafat. Yogyakarta Tiara Wacana Yogya, 2004. Nasution, Harun. Islam Rasional. Bandung Mizan, Betrand. Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga sekarang. Yogyakarta Pustaka Pelajar, dan SDRm Rita Hanafie. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta Andi Offset Yogya, Ahmad. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chapra. Bandung Remaja Rosdakarya, 2005. Watt, W. Montgomery. Islam dan Peradaban Dunia Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1997. [1]Gordon Childe, What Happened in History Harmondswort Penguin Books Ltd, 1975, 13. [2]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu Jakarta Rajawali Pers, 2010, 16-17. [3]Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar Jakarta RajaGrafindo Persada, 2003, 35-39. [4]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 21-129. [5]George J. Mouly, “Perkembangan Ilmu”, dalam Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, ed. Jujun S. Suriasumantri Jakarta Gramedia, 1991, 87. [6]Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi PenelitianYogyakarta Andi Offset Yogya, 2007, 117. [7]Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad Jakarta Litera AntarNusa, 1996, 1. [8]George J. Mouly, “Perkembangan Ilmu”, 87. [9]Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 1. [10]Betrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga sekarang Yogyakarta Pustaka Pelajar, 2002, 6. [11]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 21-23. [12]Ibid., 23-27. Lihat juga Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chapra Bandung Remaja Rosdakarya, 2005, 48-49. [13]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 27-28. [15]Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat Yogyakarta Tiara Wacana Yogya, 2004, 257. [16]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 43. [17]Harun Nasution, Islam Rasional Bandung Mizan, 1998, 7. [18]W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1997, 44-45. [21]Pembahasan lebih detil tentang sosok, karya, dan pengaruh AbÅ Bakar Muḥammad ibn ZakariyyÄ al-RÄzÄ bisa dibaca dalam Lenn E. Goodman, “Muḥammad ibn ZakariyyÄ al-RÄzÄ”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman Bandung Mizan, 2003, 243-265. [22]W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan, 52-56. [26]Felix Klein-Franke, “Al-KindÄ”, dalam Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Vol. 1, ed. Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman Bandung Mizan, 2003, 209-210. [27]Betrand Russell, Sejarah Filsafat Barat dan Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik dari Zaman Kuno hingga sekarang, 567. [28]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Chapra, 125-126 dan Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 49-50. [30]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 51-52. [31]Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, 58. [32]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 55. [35]Maskoeri Jasin, Ilmu Alamiah Dasar, 202. [36]Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, 79. [38]Henry Margenau dan David Bergamini, The Scientist New York Time Inc., 1964, 86-99, yang diolah oleh Jujun Suriasumatri, “Tentang Hakekat Ilmu Sebuah Pengantar Redaksi”, dalam Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, ed. Jujun S. Suriasumantri Jakarta Gramedia, 1991, 14-15. [39]Soetriono dan SDRm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, 120.
HubunganFilsafat dengan Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya Di Era Revolusi Industri 4.0 (Society 5.0) Habibah, S. (2017). Implikasi Filsafat Ilmu terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. DAR EL-ILMI: Jurnal Studi Keagamaan (2011). Filsafat Ilmu dan Arah Pengembangan Pancasila: Relevansinya Dalam Mengatasi Persoalan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Terikat Nilai atau Bebas NilaiPembahasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dapat didiskusikan pada dua paradigma. Paradigma pertama, yaitu menekankan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak bebas nilai yang dipelopori oleh paradigma rencana terbuka kemajuan ilmu pengetahuan atau proses The Structure of Scientific Revolution, Thomas S. Kuhn. Sedangkan paradigma kedua, yaitu paradigma evolusi pengetahuan, Karl R. Popper. Dari dua paradigm ini akan disintesiskan sebagaimana pengembangan ilmu berdasarkan Lakatos’s research programmes. Dialektika paradigma pengembangan ilmu pengetahuan tersebut masing-masing diuraikan berikut Ilmu Pengetahuan Terikat NilaiDialektika yang muncul dalam literatur filsafat Barat mengenai sains menjadi pembahasan yang penting. Mengingat benturan antar teori dan pemikiran ilmu pengetahuan dari para ilmuan terus bergulir sejak masa renaisance hingga post-modern. Setelah ilmu pengetahuan bersatu dengan teknologi pada pertengahan abad ke-19, sciences menjadi kekuatan penting dan sentral dalam perubahan sosial dan budaya masyarakat. Karena daya tarik ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan besar mempengaruhi secara luas ke dalam pikiran setiap manusia. Pengaruhnya telah mewarnai seluruh masyarakat dunia dari Timur hingga Barat. Efek dominan ini terpengaruh oleh model epistemologi yang berkembang terutama aliran rasionalisme dan masyarakat ilmiah untuk menikmati ilmu pengetahuan yang dirumuskan bersama dengan paradigmanya, membuat rasa ingin tahu yang mendalam oleh sebagian ilmuan lainnya, seperti yang dialami Thomas S. Kuhn. Ilmuwan ini melihat adanya ketidakpedulian terhadap sesuatu yang ada dibalik ilmu pengetahuan itu. Di satu pihak, masyarakat hanya menikmati ilmu pengetahuan dalam skala praktis, sedangkan di pihak lain para ilmuan menerapkan penelitian dan eksperimennya dengan kadar persepsinya terhadap alam yang menurutnya sudah tepat. Kedua sikap tersebut menuntun Thomas S. Khun untuk melakukan sebuah upaya mengungkapkan bahwa ilmu pengetahuan berkembang tidak bisa lepas dari paradigma masyarakat ilmiah. Maka Kuhn mencetuskan apa yang ia sebut sebagai revolusi sains science revolution.Pengembangan ilmu pengetahuan berdasarkan Kuhn’s Paradigm yang dikembangkan oleh Thomas S. Kuhn dalam tulisannya The Structure of Scientific Revolution. Pemikiran tersebut memberikan gambaran bahwa ilmu pengetahuan berkembang secara revolusioner. History of science merupakan gambaran menyangkut perubahan berpikir/pemikiran manusia. Memahami perubahan pemikiran terkait tentang perubahan-perubahan tentang teori yang dianut atau disepakati para pakar, dan pemahaman tentang karakteristik sosiologis masyarakat ilmiah/para pakar dalam hubungannya dengan sikap perubahan. Bentuk perubahan berpikir ini membentuk suatu paradigma cara pandang bagi setiap masyarakat ilmiah. Masyarakat ilmiah pada paradigma ini menempatkan atau mendorong argumentasi tentang sebuah kebenaran ilmu pengetahuan itu singkat, rencana terbuka kemajuan ilmu pengetahuan berdasarkan Kuhn’s paradigm ini dapat digambarkan sebagai berikutBagan Rencana Kemajuan Ilmu Pengetahuan Berdasarkan Khun’s ParadigmSumber diolah dari Thomas S. Kuhn. 2008. The Structure of Scientific Revolution. Bandung PT. Remaja RosdakaryaBerdasarkan bagan di atas, Kuhn menjelaskan bahwa Pre-science merupakan characterized by total disagreement and constant debate over normal science involves detailed attempts to articulate a paradigm with the aim of improving the match between it and nature. A normal scientist must be uncritical of the paradigm in which he works. A scientific revolution yang dimaksudkan corresponds to the abandomment of one paradigm and the adoption of new one, not by individual scientist only but by the relevant scientific community as a whole. A more and more individual scientists, for a variety of reasons, are converted to the new paradigm. Jadi Ilmu pengetahuan berkembang berdasarkan observasi individual ilmuwan yang bersangkutan dan memberikan interpretasi masing-masing. Sebagaimana different scientists or groups of scientist may well interpret and apply the paradigm in somewhat different Ilmu Pengetahuan Bebas NilaiPengembangan ilmu pengetahuan berdasarkan paradigma evolusi pengetahuan, Karl R. Popper ini merupakan antithesa atas Kuhn’s paradigm. Karl R. Popper dalam karyanya The Logic of Scientific Discovery memberikan kritikan bahwa 1 “Progress through revolutions is Kuhn’a altrnative to the cumulative progress characteristics of inductivist accounts of science. Scientific knowledge grows continuously as more numerous and more various observations are made, enabling new concepts to be ferformed, old ones to be refined, and new lawful relationship between them to be discovered”; 2 From Kuhn’s particular point of view, this is mistaken because it ignores the role played by paradigms in guiding observation and experiement. It is just because practised within them that the replacement of one by another must be revolutionary one. Berdasarkan kritikan tersebut, Karl R. Popper menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bukan semata-mata produk kesepakatan sosial; ilmu pengetahuan berkembang secara evolusioner; perkembangan ilmu pengetahuan melalui subjek peneliti; dan rumus perkembangan ilmu pengetahuan, yaitu problem 1, teori tentatif, error elimination, dan muncul problem paradigma evolusi pengetahuan inilah memberikan penegasan bahwa pertimbangan moral dalam pengembangan ilmu pengetahuan terkesampingkan. Ilmu pengetahuan harus bebas dari segala nilai agar dapat menempatkan diri secara objektif. Pengembangan ilmu pengetahuan pada paradigm ini penegasian pada kategori etika/ Ackermann, Robert. 1970. The Philoshopy of sciences An Introduction. New York Lewis White. 1952. Philosophy Inquiry An Introduction to Philosophy. New York Cornelius. 1937. An Introduction to the philosophy of science. New York MacmillanBertens, K. 1999. Etika. Jakarta PT Gramedia May. 1953. Reading in the Philosophy of Science. New York Alfred Cyril. 1962. The Fundamental Questions of Philosophy. New York Collier Dosen Filsafat Ilmu. 1996. Filsafat Ilmu. Yogyakarta Liberti Yogyakarta Lihat Filsafat SelengkapnyaBagaimanaperkembangan ilmu pengetahuan pada masa penjajahan melupakan peran orang pribumi. David Fairchild ( tengah) sedang meminum air kelapa di sela penelitiannya di Jawa Barat. Fairchild, D
Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mungkin sudah maju. Banyak sekali inovasi atau penemuan-penemuan yang di lakukan manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini sudah merambah ke segala aspek mulai tentang ilmu bumi, angkasa dan lain-lain. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, itu menandakan bahwa tingkat keingintahuan manusia juga meningkat. Bermula dari rasa ingin tahu, maka timbullah rasa ingin mengetahui serta menyelidikinya lebih mendalam. Sejauh ini ada 3 ilmu yang berkembang pesat di dunia ini yaitu, ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu terapan. Semakin berkembang ilmu pengetahuan, maka semakin banyak generasi-generasi penerus yang mempunyai kualitas tinggi. Pada dewasa ini ilmu pengetahuan bisa kita dapatkan dimana saja. Disekolah,dirumah,dijalan, dimanapun. Dan kita juga sekarang sudah bisa mendapatkannya dari manapun seperti buku, internet, guru, orang tua, bahkan teman. Tidak seperti dulu yang notabennya agak sulit dalam mencari ilmu pengetahuan. Mungkin fasilitas yang ada sangat terbatas. Seperti hanya ada guru, dan buku. Buku.. begitu mudah kita sekarang untuk mendapatkannya. Dimanapun ada. Jenis apapun. Buku adalah salah satu sumber utama dari ilmu pengetahuan. Dengan membaca buku kita bisa mengetahui segala hal. Seperti orang bijak berkata “bacalah buku, maka dunia akan berada dalam genggamanmu.” See begitu mudahnya kita untuk menguasai dunia. Hanya dengan membaca buku. Dibandingkan dengan zaman dahulu hanya segelintir orang yang bisa membaca buku. Maka tunggu apalagi.. bacalah buku kawan. Selagi kita masih mempunyai waktu serta selagi buku masih ada di dunia ini. Membaca buku itu tidak membosankan saya rasa. Mulailah dari tema yang anda sukai, seperti komik, novel, atau majalah. Lalu biasakanlah. Maka anda akan merasa enjoy saat membaca. Banyak hal yang bisa kita dapat dalam membaca buku, buku apapun itu. Pengalaman, ilmu pengetahuan, informasi serta hiburan. So guys, lets take a book and read it ! cintailah buku dan membaca. happy reading all 🙂 See you again in my next article guys. Tchus 😀 source adita yulia estri
Pembahasan Poin pada soal adalah pengaruh globalisasi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat. Konsep soal terkait dengan pengaruh globalisasi dalam bidang kehidupan masyarakat yang mana globalisasi merupakan proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek Abstrak Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang lahir sekitar akhir abad ke-19 atau menjelang abad ke-20. Perkembangan ilmu pengetahuan yang mencapai puncaknya pada abad ke-19 di masa August Comte dan para penerusnya, yang cenderung menjadikan ukuran kebenaran ilmu pada tataran positivistik, menjadikan ilmu pengetahuan semakin terlepas dari asumsi dasar filsafatnya. Hal inilah yang mengilhami lahirnya filsafat ilmu yang pada gilirannya mempunyai posisi yang amat urgen penting dalam ilmu pengetahuan. Urgensi filsafat ilmu dapat dilihat dari peranannya sebagai mitra dialog yang kritis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu juga mencoba memperkenalkan diskursus ilmu pengetahuan secara utuh-integral-integratif. Filsafat ilmu juga menegaskan nilai moral-aksiologis bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dan masih banyak lagi. Pada intinya, filsafat ilmu dapat berdiri di tengah-tengah cabang ilmu pengetahuan sebagai pengontrol dan pengarah bagi penerapannya. Kata Kunci Filsafat Ilmu dan Ilmu Pengetahuan Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free PERANAN FILSAFAT ILMU BAGI PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN Oleh M. Nafiur Rofiq Dosen tetap Institut Agama Islam Al-Falah as-Sunniyyah Abstrak Filsafat ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yang lahir sekitar akhir abad ke-19 atau menjelang abad ke-20. Perkembangan ilmu pengetahuan yang mencapai puncaknya pada abad ke-19 di masa August Comte dan para penerusnya, yang cenderung menjadikan ukuran kebenaran ilmu pada tataran positivistik, menjadikan ilmu pengetahuan semakin terlepas dari asumsi dasar filsafatnya. Hal inilah yang mengilhami lahirnya filsafat ilmu yang pada gilirannya mempunyai posisi yang amat urgen penting dalam ilmu pengetahuan. Urgensi filsafat ilmu dapat dilihat dari peranannya sebagai mitra dialog yang kritis terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu juga mencoba memperkenalkan diskursus ilmu pengetahuan secara utuh-integral-integratif. Filsafat ilmu juga menegaskan nilai moral-aksiologis bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dan masih banyak lagi. Pada intinya, filsafat ilmu dapat berdiri di tengah-tengah cabang ilmu pengetahuan sebagai pengontrol dan pengarah bagi penerapannya. Kata Kunci Filsafat Ilmu dan Ilmu Pengetahuan A. Pendahuluan Semenjak masa Renaissance yang disusul dengan Aufklaerung abad XVIII, filsafat sebagai “induk” cabang-cabang ilmu pengetahuan ditinggalkan oleh “anak-anaknya” cabang-cabang ilmu pengetahuan. Cabang-cabang ilmu pengetahuan bersama “anak kandungnya” teknologi cenderung berdiri secara mandiri. Dalam perjalanannya kemudian, ilmu pengetahuan dan teknologi iptek mengalami kemajuan sangat pesat dan menghasilkan temuan-temuan spektakuler, sehingga berdampak luas terhadap peradaban hidup manusia. Ada kecenderungan, bahwa ilmu pengetahuan dipelajari dan diterapkan terlepas dari asumsi-asumsi dasar filsafatnya. Berbagai permasalahan yang timbul –baik teoritis maupun praktis- ditinjau dari sudut pandang masing-masing disiplin ilmu dan diterjemahkan dengan bahasa teknisnya sendiri-sendiri. Akibatnya komunikasi antar ilmu pengetahuan sulit dari itu, perkembangan ilmu pengetahuan amat mempengaruhi kehidupan dan perlu mendapat perhatian, karena bisa berdampak pada perilaku anti-kemanusiaan atau mengganggu keseimbangan antar individu dan masyarakat serta lingkungannya. Misalnya, eksploitasi alam, komersialisasi ilmu, penerapan iptek yang merusak, dls. Dari sini, Koento Wibisono, Pengertian tentang Filsafat, Hand Out, Yogyakarta Program Pascasarjana Filsafat UGM, 2005a, 1. menurut T. Jacob, perlu adanya etika ilmiah dalam semua bidang disiplin ilmu pengetahuan. Bersamaan dengan berbagai permasalahan yang timbul akibat kemajuan iptek dan adanya spesialisasi di semua disiplin ilmu yang berkembang secara mandiri, ilmu pengetahuan kehilangan sifatnya yang utuh-integral-integratif; masing-masing menjadi terisolasi. Terasa adanya kebutuhan saling “menyapa” antar sesama ilmu pengetahuan, sehingga upaya untuk membangun suatu academic community dalam arti kata yang sebenarnya menjadi amat diperlukan. Menurut Koento Wibisono, sudah tiba saatnya untuk menyediakan suatu “overview” sebagai jaringan untuk menunjukkan keterkaitan antar sesama cabang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan beserta kebenaran ilmiah yang ingin dicapainya tidak dipandang sebagai “barang jadi yang sudah selesai”; mandeg dalam kebekuan dogmatis-formalistik. Visi dan orientasi bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu “pengembaraan yang tidak pernah mengenal titik-henti” –a never ending process- harus disadari oleh semua pihak. Dari uraian tersebut di atas, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak hanya berimplikasi secara positif tetapi juga negatif, maka dibutuhkan sarana kritik dan mitra dialog yang dapat dipertanggungjawabkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Adanya kebutuhan untuk saling merekatkan hubungan antar berbagai disiplin ilmu agar bisa saling “menyapa” juga menjadi penting. Untuk menjawab kebutuhan tersebut, filsafat ilmu dianggap mampu menjadi mediasi antar berbagai cabang ilmu pengetahuan agar bisa saling “menyapa”. Filsafat ilmu dapat mendemonstrasikan ilmu pengetahuan secara utuh-integral-integratif. Filsafat ilmu bisa sebagai mitra dialog yang kritis bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, menjadi amat penting untuk mengangkat tema “Peranan Filsafat Ilmu bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan”. B. Sekedar Mengenal Filsafat Ilmu Berbicara tentang filsafat ilmu, perlu diajukan suatu pertanyaan pada diri sendiri, sejauh mana cabang filsafat ini mempunyai makna dan relevansi dengan masalah-masalah praktis yang urgen dan mendesak, yang menuntut penyelesaian secara praktis, seperti, masalah lapangan kerja bagi lulusan perguruan tinggi, semakin terbatasnya dana dan fasilitas pendidikan, dls. Seiring dengan itu ada satu anggapan bahwa kehadiran filsafat ilmu ini terlalu dini di satu pihak, namun juga dianggap terlambat di pihak lain. Masih terlalu dini karena oleh sementara kalangan dianggap sebagai suatu kemewahan, non-ekonomis, membuang-buang waktu, sulit dimengerti, tidak pragmatis; namun juga sudah agak terlambat karena semakin terasa adanya berbagai masalah fundamental yang membutuhkan landasan pemikiran yang mendasar dalam T. Jacob, “Etika Ilmiah dan Pancasila”, dalam Soeroso dkk., Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Yogyakarta Kedaulatan Rakyat, 56-58. Koento Wibisono, Pengertian tentang Filsafat, 1 menanggulanginya, seperti, masalah kebebasan mimbar dan akademik, peningkatan mutu pendidikan yang kurang jelas ukurannya, Ilmu Filsafat dan Filsafat Ilmu Barat a. Ilmu Filsafat Secara historis ilmu filsafat berbeda dengan filsafat ilmu. Ilmu filsafat berarti filsafat sebagai cabang ilmu, sedangkan filsafat ilmu berarti filsafat mewarnai seluruh disiplin keilmuan. Filsafat sebagai ilmu tidak jauh beda dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain. Dalam artian memiliki sistematika sebagai berikut 1 Gegenstand, yaitu suatu objek sasaran untuk diteliti dan diketahui menuju suatu pengetahuan, kenyataan, atau kebenaran. 2 Gegenstand tadi terus menerus dipertanyakan tanpa mengenal titik henti. 3 Setelah itu ada alasan atau motif tertentu, dan dengan cara tertentu mengapa Gegenstand tadi terus-menerus dipertanyakan. 4 Rangkaian dari jawaban yang dikemukakan kemudian disusun kembali ke dalam satu kesatuan Koento Wibisono, ilmu filsafat adalah ilmu yang menunjukkan bagaimana upaya manusia yang tidak pernah menyerah untuk menentukan kebenaran atau kenyataan secara kritis, mendasar, dan integral. Oleh karena itu dalam filsafat, proses yang dilalui adalah refleksi, kontemplasi, abstraksi, dialog, dan evaluasi menuju suatu sintesis. Ilmu filsafat filsafat sebagai ilmu mempertanyakan hakikat substansi atau “apanya” dari objek sasaran yang dihadapinya dengan menempatkan objek itu pada kedudukannya secara utuh. Hal ini berbeda dengan ilmu-ilmu cabang yang lain, yang hanya melihat pada satu sisi atau dimensi saja. Ilmu filsafat dalam menghadapi objek material manusia, yang ingin dicari ialah apa hakikat manusia itu, apa makna kehadirannya serta tujuan hidup baik dalam arti imanen maupun transenden. Dengan melihat objek material manusia hanya pada satu sisi atau dimensi saja, ilmu-ilmu cabang tumbuh menjadi ilmu sosiologi, antropologi, hukum, ekonomi, politik, psikologi, dan lain Filsafat Ilmu Barat Di zaman modern, terasa adanya kekaburan mengenai batas-batas antara cabang ilmu yang satu dengan yang lain, sehingga interdependensi dan inter-relasi ilmu menjadi semakin terasa dibutuhkan. Atau justru yang terjadi sebaliknya, antara ilmu pengetahuan yang satu dengan yang lain saling terpisah secara dikotomis tanpa adanya kemauan untuk saling ”menyapa”. Oleh karena itu diperlukan “overview” untuk meletakkan jaringan interaksi agar berbagai disiplin ilmu bisa “saling menyapa” menuju hakikat ilmu yang integral dan integratif. Kehadiran etik dan moral menjadi semakin dirasakan pentingnya. Sikap pandang Ibid, 3 Ibid Ibid, 5. Ibid, 4. bahwa “ilmu adalah bebas nilai” semakin ditinggalkan. Tanggung jawab dan integritas seorang ilmuwan kini sedang perjalanannya kemudian, timbul kebutuhan untuk mengembangkan filsafat ilmu philosophy of science, yang memang amat penting dalam memberikan nilai atau aksiologi terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi–disamping juga penting untuk memberikan batas-batas keilmuan agar tidak kabur. Akhir-akhir ini filsafat ilmu ilmunya ilmu juga digalakkan di kalangan beberapa perguruan tinggi atau program studi demi menghadapi implikasi-implikasi -baik positif maupun negatif- perkembangan ilmu pengetahuan bagi kehidupan umat manusia. Filsafat ilmu –pen. sebagai ilmu kritis,diharapkan ikut berperan sebagai dasar dan arah dalam penyelesaian masalah-masalah fundamental di bidang sosial, ideologi, politik, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Selain itu, filsafat ilmu diharapkan mampu menjadi mitra dialog dan sarana kritik terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu merupakan kelanjutan daripada epistemologi. Epistemologi merupakan pengetahuan yang mendasarkan diri pada sumber atau sarana tertentu seperti panca indera, akal verstand, akal-budi vernunft dan intuisi. Dari situ berkembanglah berbagai macam “school of thought”, yakni rasionalisme Descartes, empirisme John Locke, kritisisme Immanuel Kant, positivisme August Comte, fenomenologi Husserl, eksistensialisme Sartre konstruktivisme Fayerabend, dan seterusnya. Hakikat ilmu yang merupakan tiang penyangga bagi eksistensi ilmu dan menjadi objek formal filsafat ilmu adalah ontologi, epistemologi, dan ilmu meliputi hakikat ilmu, kebenaran, dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafati tentang apa dan bagaimana yang “ada” itu. Faham Monisme yang terpecah menjadi idealisme/spiritualisme, materialisme, dualisme, pluralisme, dengan berbagai nuansanya, merupakan faham ontologik yang pada akhirnya menentukan pendapat bahkan “keyakinan” mengenai apa dan bagaimana yang “ada” sebagaimana manifestasi kebenaran yang ilmu meliputi sumber, sarana, dan tata-cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan ilmiah. Perbedaan mengenai pilihan landasan Koento Wibisono, “Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, Hand Out, Yogyakarta Program Pascasarjana Filsafat UGM, 2005b, 10-11. Archie Bahm, J., What is Science, Albuquerge, New Mexico World Books, 1980, 36. Magnis Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta Kanisius, 1992. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Jakarta Sinar Harapan, 1984. Lihat Koento Wibisono, ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 12-13. ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan dipilih. Akal verstand, akal budi vernunft, pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologi, sehingga dikenal adanya model-model epistemologi seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi, eksistensialisme, konstruktivisme, dls. Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai values yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau keyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti, kawasan sosial, simbolik, atau fisik-material. Lebih Dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi sebagai suatu “condition sine quanon” yang wajib dipatuhi dalam kegiatan manusia, baik dalam melakukan penelitian maupun dalam penerapan ilmu. Sementara itu objek material dari filsafat ilmu adalah segala ilmu pengetahuan. 2. Filsafat Ilmu Islam Filsafat ilmu dalam Islam mengenal tiga aliran besar; bayani telaah teks, irfani rasio-intuisi, dan burhani empiri. Paradigma filsafat ilmu Islam merentang dari empirik-sensual, empirik-logik, empirik-etik, dan empirik-transendental. Filsafat ilmu Barat tidak menyentuh dataran ilmu dalam Islam, oleh Noeng Muhadjir disebut dengan non-tasyri’ atau cum scientific dalam bahasa Mukti Ali. Hal ini meliputi tajdid dan ijtihad atau usaha pembaharuan. Ini bisa berupa pembuatan telaah secara baik dalam wujud tafsir atau ta’wil dari wahyu pada persoalan yang bisa dijangkau akal; bukan persoalan yang ghaib seperti dzat Allah, sebab itu adalah urusan Allah, dan akal tidak akan dapat mencapai pemahaman yang baik, bahkan bisa mengarah pada kesesatan. Dalam bahasa Amin Abdullah, kawasan ilmu dalam Islam disebut dengan historisitas. Dalam perkembangannya, filsafat ilmu irfani menjurus dalam aksentuasi yang beragam. Irfani yang lebih menekankan intuisi berkembang ke ilmu kalam dengan telaah dialektik addalaalah dalil-dalil, yang akhirnya menolak telaah filsafat. Irfani yang dikembangkan dalam fiqh mengarah ke telaah dialektika al-’illah argumentasi; mendialektikakan antara kata dan makna. Irfani dalam tafsir mengarah ke epistemologi lughawiyah bahasa; membuat telaah tekstual dan menggunakan logika koherensi. Filsafat ilmu bayani menjadi aliran dominan dalam ulumiddin ilmu-ilmu agama. Irfani Noeng Muhadjir, Filsafat Islam Telaah Fungsional, Suplemen Filsafat Ilmu edisi II, Yogyakarta Rake Sarasin, 2003, 1. Lihat al-Qur’an al-Karim; lihat juga dalam Noeng Muhadjir, Ibid Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, cet 2, Yogyakarta Pustaka Pelajar, 1999 berkembang secara beragam dan juga dominan dalam ulumiddin. Sementara burhani tidak begitu punya tempat untuk berkembang dalam ilmu Barat menempatkan empiri sebagai sarana yang dominan. Rasio perlu tunduk pada bukti empiri. Pada zaman Rasulullah Saw. banyak empiri menjadi landasan keputusan Rasul. Ketika Rasul menawarkan strategi perangnya, ada sahabat yang bertanya, apakah itu wahyu atau pendapat Rasul? Oleh karena itu pendapat Rasul maka Rasul menerima strategi yang ditawarkan oleh bahwa Yunani merupakan induknya ilmu murni, sedangkan Islam adalah induk teknologi. Mengapa umat Islam sekarang memusuhi teknologi? Memang iptek dahulu adalah teistik, sedang iptek sekarang sekuler. Tugas ilmuwan muslim adalah mengembalikan iptek menjadi teistik. Filsafat paripatetik diskusi jalan-jalan Yunani telah ditradisikan dalam filsafat Islam Andalusia, yang corak kerjanya dengan metode eksperimental dengan pembuktian logika matematik-korespondensi. Dapat dibayangkan bagaimana rumitnya matematika bila menggunakan angka lain selain Arab 0. Arti angka 0 memecahkan arti filsafat spekulatif Yunani; tidak ada yang demikian jalur tradisi keilmuan iptek sekarang adalah Yunani sebagai induk ilmu yang lebih konseptual teoritik. Sementara iptek yang sekarang berkembang dalam integrasi rasionalitas dengan pencermatan empirik-eksperimental telah dirintis ilmuwan Islam Andalusia. Persoalannya, mengapa Islam tertinggal saat ini? Umat Islam telah memilih menyelamatkan hidup di akhirat dan meninggalkan dunia. Padahal Allah telah menjanjikan bahwa hidup di dunia memberikan kebaikan bagi yang beriman dan yang tidak beriman. Kehidupan akhirat memberikan kebahagiaan bagi yang beriman. C. Sekilas tentang Ilmu Pengetahuan 1. Memahami Substansi Ilmu Pengetahuan Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan, sebab tubuh pengetahuannya bukan saja mempunyai kerangka pemikiran yang logis melainkan juga telah teruji. Ilmu pengetahuan merupakan produk dari proses berfikir, meski tidak semua kegiatan berfikir dapat digolongkan dalam pengetahuan ilmiah. Umpamanya saja lamunan, ini merupakan berfikir rasional tetapi tidak ilmiah karena tidak T. Jacob, ilmu pengetahuan merupakan suatu sistem yang dikembangkan manusia mengenai hidup dan lingkungannya, menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta menyesuaikan lingkungan dengan dirinya dalam rangka strategi pengembangan Noeng Muhadjir, 1 Telusuri di al-Hadits al-Nabawi; lihat juga dalam Noeng Muhadjir, Noeng Muhadjir, Ibid, 17-18. Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, Jakarta PT. Gramedia, 1986, 19. T. Jacob, Manusia, Ilmu dan Teknologi, Pergumulan Abadi dalam Perang dan Damai, Yogyakarta PT. Tiara Wacana, 1988, 7-8. hidupnya. Sementara itu teknologi merupakan konsekwensi lebih lanjut yang merupakan penerapan daripada ilmu, baik modern maupun folk-science. Daoed Joesoef menambahkan bahwa ilmu pengetahuan adalah penerapan yang selogis mungkin dari nalar manusia. Nalar manusia di mana pun sama tetapi penerapannya berbeda. Bila sistem nilai berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lain, maka pengetahuan ilmiah dan mentalitas teknologi berbeda menurut tingkat kemajuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan pembentukan ilmu pengetahuan yang tidak hanya sebagai produk tetapi lebih sebagai proses. Tujuan ilmu pengetahuan adalah mencari penjelasan dari gejala-gejala yang ditemukan, yang memungkinkan untuk mengetahui sepenuhnya akan hakikat objek yang dihadapi. Pengetahuan itu memungkinkan manusia untuk mengerti dan memberikan alat untuk menguasai suatu masalah. Hal ini berlaku bagi ilmu-ilmu alam maupun demikian, dengan ilmu pengetahuan manusia tidak mutlak mengetahui segalanya, pengetahuan manusia tetap dalam koridor keterbatasan. Keterbatasan akan penguasaan ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi darinya, yang mana akal manusia tidak mampu menjangkaunya. Orang yang mengekor pada ilmu pengetahuan secara membabi buta, akan terbentur pada satu permasalahan yang ia sendiri tidak mampu melampauinya. Dengan memahami hal ini maka manusia bisa merenung bahwa sebenarnya hal itu sudah diingatkan oleh sila I dari lima sila negara Indonesia, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa”. Daoed Joesoef melihat, bahwa dalam arti yang lengkap, ilmu pengetahuan mempunyai makna sebagai produk, proses, dan masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk maksudnya, pengetahuan yang telah diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Dari sini ilmu pengetahuan mengandung kemungkina untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji atau dibantah orang lain. Oleh karena itu tidak mungkin suatu fakta ilmiah itu bersifat original, yang original adalah penemuan dari fakta ilmiah itu sendiri, sehingga timing dari suatu penemuan atau publikasi menjadi penting di sini. Ilmu pengetahuan sebagai proses maksudnya, kegiatan masyarakat yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang direkayasa/dimanipulasi. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses ini adalah analisis rasional, objektif, sejauh mungkin bersifat impersonal, dari masalah-masalah yang dihadapi atau diamati. Bagi Thomas S. Kuhn, normal science adalah ilmu pengetahuan dalam artian proses penelitian. Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat maksudnya, dunia pergaulan yang perilakunya diatur oleh empat ketentuan imperatif, yaitu universalisme, komunalisme, Daoed Joesoef , Pancasila, Kebudayaan, dan ilmu Pengetahuan, Pidato Kunci pada Seminar Nasional “Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu”, Yogyakarta Fakultas Filsafat UGM, 1986, 36. Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, 95. Ibid, 25-26 tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur. Universalisme berarti ilmu pengetahuan bebas dari warna kulit, ras, keturunan, maupun keyakinan keagamaan. Universal artinya ilmu pengetahuan bisa dipakai di tempat mana pun. Universalisme bukan dalam arti disiplin ilmunya, sebab disiplin ilmu bersifat plural sesuai dengan metode dan struktur yang mendasarinya. Komunalisme berarti ilmu pengetahuan merupakan milik masyarakat public knowledge. Tanpa pamrih berarti ilmu pengetahuan bukan propaganda untuk maksud-maksud busuk tertentu. Skeptisisme yang teratur berarti keinginan untuk mengetahui dan bertanya didasarkan pada nalar dan sistematika berfikir. Kenyataan telah menunjukkan bahwa kedudukan ilmu pengetahuan secara substantif dan bukan hanya sekedar sarana dalam kehidupan umat manusia telah menyentuh semua sendi dan segi kehidupan, dan pada gilirannya akan mengubah budaya manusia secara intensif. Tidak ada yang bisa membantah ungkapan; bahwa perkembangan ilmu pengetahuan telah mewarnai dunia secara dominan. 2. Ilmu Pengetahuan Mencapai Puncaknya di era Modern Perkembangan ilmu pengetahuan dan juga ilmu sosial dengan pendekatan empiris, mencapai bentuknya secara definitif dengan kehadiran Auguste Comte 1798-1857 dengan grand-theori-nya yang digelar dalam karyanya Cours de Philosophie Positive yang mengajarkan bahwa cara berfikir manusia, juga masyarakat di mana pun akan mencapai puncaknya pada tahap positif, setelah melalui tahap theologik dan metafisik. Istilah positif olehnya diberi arti eksplisit dengan muatan filsafati, yaitu menerangkan bahwa yang benar dan yang nyata haruslah konkret, eksak, akurat, dan memberi observasi, eksperimentasi, dan komparasi yang dipelopori Francis Bacon 1561-1626 juga ikut mendorong pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, dimana para ilmuwan setelahnya seperti Helmholtz, Pasteur, Darwin, Clerk Maxwell, berhasil menemukan hal-hal yang baru dalam penelitian ilmiahnya. Kesemuanya itu memberi isyarat bahwa dunia Barat telah berhasil melakukan tinggal landas untuk mengarungi dirgantara ilmu pengetahuan yang tiada bertepi. Battle Cry-nya Francis Bacon yang menyerukan bahwa “knowledge is power” bukan sekedar mitos, melainkan sudah menjadi etos. Hal itu telah melahirkan corak dan sikap pandang manusia yang meyakini kemampuan rasionalitasnya untuk menguasai dan meramalkan masa depan, dan dengan optimismenya, berinovasi secara kreatif untuk membuka rahasia-rahasia alam. Semenjak itu masyarakat Barat menjadi masyarakat yang tiada hari tanpa temuan-temuan baru yang muncul secara historis, kronologis, berurutan, dan berdampingan sebagai alternatif. “Revolusi” ilmu pengetahuan telah berlanjut di abad ke-20 berkat teori relativitasnya Einstein yang telah merombak filsafat Newton yang semula dianggap sudah mapan, disamping teori kuantumnya yang telah mengubah persepsi dunia ilmu Koento Wibisono, ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 8. Ibid, 6. pengetahuan tentang sifat-sifat dasar dan perilaku materi sedemikian rupa sehingga para pakar dapat melanjutkan penelitian-penelitiannya, dan berhasil mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti astronomi, fisika, kimia, biologi molekuler, sebagaimana hasilnya dapat “dinikmati” oleh manusia di abad ke-21 sekarang ini. Dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dengan temuan-temuan spektakulernya, rasa optimisme –disamping pesimisme- merupakan sikap manusia masa kini yang di satu pihak telah meningkatkan fasilitas hidup, yang berarti menambah kenikmatan; namun di pihak lain gejala-gejala adanya dekadensi moral kemanusiaan menjadi semakin meningkat dengan akibat-akibat yang cukup fatal. Secara historis, pergulatan besar sumber pengetahuan yang menunjang kemajuan ilmu pengetahuan di era sekarang, dimulai dari Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes, Empirisme dengan tokohnya John Locke, dan kritisisme dengan tokohnya Immanuel Kant. Pergulatan tersebut kemudian berpuncak pada pemikiran August Comte dengan aliran Positivisme-nya. Abad ke-19 bisa dikatakan sebagai abad Positivisme karena begitu kuat dan luasnya pengaruh aliran ini di abad modern. Ukuran kebenaran dinilai dari sudut positivistik-nya. Filsafat menjadi praktis bagi tingkah laku perbuatan manusia sehingga tidak lagi memandang penting berfikir Peranan Filsafat Ilmu bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pertumbuhan dan perkembangan iptek secara mendasar, menyeluruh, dan cepat telah dirasakan oleh umat manusia secara ambivalen, artinya kadang berdampak positif dan kadang negatif. Van Peursen telah melihat hal itu, sehingga ia menawarkan adanya hubungan antara pengetahuan dan perbuatan; ilmu pengetahuan dan etika. Hubungan ini merupakan keharusan dan urutannya menjadi ilmu pengetahuan, teknik, dan etika. Situasi dan kondisi sekarang berbeda dengan situasi dan kondisi masa silam. Dalam situasi saat ini, iptek telah menguasai kehidupan umat manusia. Meski demikian, cara hidup kurang dilandasi dengan suatu perangkat yang jelas dan mapan, dan hal itu sudah tidak mungkin dipertahankan jika tidak ingin menjadi budaknya ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, dan jika tidak ingin menjadi orang yang bermasa depan tanpa ilmu secara canggih dengan kemampuan prediktifnya akan membantu manusia dalam mengelola kehidupan untuk meraih citra masa depan. Sesuatu yang dipertaruhkan adalah masa depan para generasi penerus yang pada saatnya harus siap melanjutkan kepemimpinan yang arif dalam mengelola kehidupan sebagai suatu bangsa yang besar dan terhormat. Koento Wibisono, Arti Perkembangan menurut Positivisme August Comte, cet 2, Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 1996, 1. Van Peursen, Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, Yogyakarta Kanisius, & BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1976, 179-180. Koento Wibisono, ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 13. Dari situ, diperlukan sarana untuk membuat sang ilmuwan menjadi arif dan bijaksana. Diperlukan juga adanya sesuatu yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar kehadirannya lebih banyak berimplikasi positif daripada negatifnya. Menurut beberapa pakar, bahwa yang bisa menjadikan tonggak aksiologis dalam mengarahkan perkembangan iptek secara positif untuk kepentingan umat manusia dan lingkungannya adalah filsafat ilmu ilmu tentang ilmu. 1. Dilema dan Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Kini ilmu telah menjelajahi lingkup yang amat luas dan mendalam, hingga menyentuh sendi-sendi kehidupan umat manusia yang paling dasariah, baik secara individu maupun sosial. Implikasi yang kini dirasakan ialah Pertama, ilmu yang satu sangat berkaitan dengan ilmu yang lain sehingga sulit ditarik batas antara ilmu dasar dan ilmu terapan; antara teori dan praktis. Kedua, dengan semakin kaburnya batas tadi, timbul permasalahan, sejauh mana sang ilmuwan terlibat dengan etik dan moral. Ketiga, dengan adanya implikasi yang begitu luas dan dalam terhadap kehidupan umat manusia, timbul pula permasalahan akan makna ilmu itu sendiri sebagai sesuatu yang membawa kemajuan atau malah itu, di satu sisi timbul gagasan ideal untuk mengembangkan perguruan tingi menjadi suatu lembaga penelitian yang canggih sebagaimana sering dikemukakan oleh berbagai pihak bahwa sudah tiba saatnya untuk mengarahkan suatu universitas menjadi “research university”. Di sisi lain sikap pandang “pragmatisme” dan “target oriented” juga mulai merebak di berbagai perguruan tinggi dengan munculnya pendirian berbagai macam program exstension dan program diploma serta program magister yang diarahkan untuk “meningkatkan kualitas suatu profesi” tertentu. Implikasi yang timbul, menurut Koento Wibisono, ialah bahwa keterampilan untuk memenuhi kebutuhan pasaran tenaga kerja dibekalkan tanpa disertai wawasan ilmiah yang dibutuhkan bagi penerapan suatu profesi. Etik dan moral akademik menjadi sering terabaikan; sepi dari perhatian. Bagaimanapun, ilmu pengetahuan harus tetap dikembangkan dengan beragam strateginya. Mengenai strategi pengembangan ilmu, dewasa ini terdapat adanya tiga macam pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu berkembang secara otonom dan tertutup, dalam arti pengaruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan. “Science for the sake of science only” merupakan semboyan yang Wibisono, Ilmu Filsafat dan Aktualitasnya dalam Pembangunan Nasional Suatu Tinjauan dari Sudut Tradisi Pemikiran Barat, Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 1985, 5-6. Koento Wibisono, Pengertian tentang Filsafat, 1. Koento Wibisono, ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 13. Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu lebur dalam konteks, tidak hanya memberikan refleksi, tetapi juga memberikan justifikasi. Dengan ini ilmu cenderung memasuki kawasan untuk menjadikan dirinya sebagai ideolog. Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dan konteks saling meresapi dan saling memberi pengaruh untuk menjaga dirinya beserta temuan-temuannya agar tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualisasinya. “Science for the sake of human progress” adalah pendiriannya. Dalam pada itu Koento Wibisono melanjutkan, bahwa sebagaimana adanya dampak pengaruh globalisasi -baik positif maupun negatif- yang tidak dapat dielakkan, maka tidak dapat dihindarkan pula adanya urgensi untuk mengembangkan ilmu dengan asumsi dasar filsafatnya tidak hanya atas dasar metodologi yang dibatasi oleh context of justification, melainkan juga atas dasar heuristic pemahaman baru yang bergerak dalam context of discovery. 2. Peranan Filsafat Ilmu Dengan menunjukkan sketsa umum gambaran secara garis besar mengenai perkembangan ilmu pengetahuan yang pada gilirannya melahirkan suatu cabang filsafat ilmu, kiranya menjadi jelas bahwa filsafat ilmu bukanlah sekedar metode atau tata-cara penulisan karya ilmiah atau pun penelitian. Filsafat ilmu adalah refleksi filsafati yang tidak pernah mengenal titik henti dalam menjelajahi kawasan ilmiah untuk mencapai kebenaran atau kenyataan, sesuatu yang memang tidak pernah akan habis difikirkan dan tidak pernah akan selesai Partadiredja dalam pidato pengukuhannya selaku guru besar ekonomi di UGM mendambakan ilmu ekonomi yang tidak mengajarkan merupakan suara segar dalam kemandulan perhatian ilmuwan kepada masalah moral. Terlepas dari semantik kata-kata, yang jelas ungkapan Ace mengajak manusia bahwa di samping cerdas juga harus bermoral luhur. Menurut hematnya, bahwa tujuan pendidikan moral tersebut dapat dicapai dengan peningkatan kekuatan penalaran ilmiah, yakni melalui pemberian materi ajar filsafat ilmu. Filsafat ilmu diharapkan dapat berdiri di tengah-tengah ilmu-ilmu pengetahuan. Di sini bukan berarti filsafat ilmu menjadi semacam puncak ekstasi rasional ilmu-ilmu, mahkota ilmu-ilmu, atau ratu ilmu-ilmu; status simbolis yang boleh diagungkan, meski tak punya tangan untuk berbuat. Filsafat ilmu kritis yang dimaksud di sini adalah memiliki fungsi reflektif dan pragmatis, yaitu menempatkan klaim-klaim analitis ilmu-ilmu Ibid, 14. Koento Wibisono, ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 14. Kompas, 25 Mei 1981; lihat juga dalam Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, 13. Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Yogyakarta Kanisius, 2003, 19. pengetahuan dalam rangka proses transformasi abadi masyarakat dan umat manusia. Dengan demikian filsafat ilmu memberikan teoritis-etis bagi ilmu-ilmu pengetahuan dan masyarakat. Menurut Poespoprojo, hakikat ilmu adalah persoalan fundamental dan kebenaran universal yang implisit melekat di dalam dirinya. Dengan memahami filsafat ilmu, berarti memahami seluk-beluk ilmu yang paling mendasar, sehingga dapat dipahami pula perspektif ilmu, pengembangannya, keterjalinan antar cabang ilmu yang satu dengan yang lain, serta simplifikasi dan artifisialitasnya. Itulah sebabnya aktualitas filsafat ilmu semakin terasa. Dengan filsafat ilmu manusia akan semakin dapat memperluas cakrawala wawasan ilmiahnya. Ketajaman refleksi, kedalaman imajinasi, kepekaan intuisi manusia akan terpacu sedemikian rupa sehingga terhindar dari bahaya kerabunan intelektual, simplifisme berfikir yang memuakkan, kehanyutan dalam arus konservatisme ilmu yang timbul karena ilmu dipandang sebagai kata benda noun atau barang jadi taken forgranted yang sudah selesai, mandeg dan filsafat ilmu manusia juga akan mampu mensublimasikan disiplin ilmu yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing, dan mengangkatnya ke dataran filsafati, sehingga manusia dapat memahami perspektif serta berbagai kemungkinan arah pengembangannya; supaya manusia bisa melakukan spekulasi-spekulasi yang mendalam guna menemukan teori-teori atau paradigma-paradigma baru yang tepat-guna bagi kepentingan umat manusia. Tanpa kesanggupan itu manusia akan hanya menjadi konsumen ilmu orang lain, membeo, menjadi his master’s voice’-nya orang lain, itu pun masih dengan kemungkinan adanya distorsi ilmiah, karena lemahnya pemahaman atau penguasaan dalam bahasa asing. Adalah tugas filsafat ilmu di tengah-tengah ilmu-ilmu untuk mengembalikan kecanggihan konseptual yang berlebihan pada pangkalnya yang sederhana namun fundamental, menyingkapkan kaitan klaim objektif dengan matra kekuasaan dan kepentingan, dan pada gilirannya membantu proses pemahaman dan peningkatan diri dan perkembangannya filsafat ilmu juga mengarahkan ilmuwan pada strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik, bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap -tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu -tetapi juga arti dan maknanya bagi kehidupan umat manusia. Dari situ dapat diketahui, betapa pentingnya kedudukan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Poespoprojo, “Aktualitas Filsafat Ilmu ke Arah Kemasakan Praktek dan Pengelolaan Ilmu”, dalam Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik, Jakarta Gramedia, 1986, 14. Koento Wibisono, ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 6. Hardiman, 20. E. Catatan Akhir Kritik dan Saran mengenai Filsafat Ilmu Dari uraian panjang di atas, penulis dan pembaca dapat mengetahui betapa pentingnya kedudukan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Filsafat ilmu mampu berperan sebagai mitra dialog yang kritis, penegas nilai moral-aksiologis, dan masih banyak lagi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Meski demikian ada beberapa catatan kritis dan saran mengenai filsafat ilmu di bawah ini. Dewasa ini filsafat ilmu diberikan secara sporadic pada setiap jenjang pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Akan tetapi, materi filsafat ilmu yang diberikan terlalu menekankan aspek penalarannya dan kurang memperhatikan aspek moral keilmuannya. Cara penyampaian yang sukar dan kurang memperhatikan aspirasi atau cara berfikir peserta didik menjadikan filsafat ilmu sebagai objek yang kurang menarik. Sebagai dasar bagi proses pendidikan yang menghasilkan manusia -yang disamping cerdas dan terampil juga bermoral luhur- maka disarankan agar diberikan filsafat ilmu pada semua tingkatan pendidikan dengan tujuan/metode instruksional yang memperhatikan berbagai matakuliah filsafat ilmu dengan berbagai perbaikan di dalamnya ke dalam kurikulum pendidikan adalah amat tepat, dalam rangka peningkatan mutu akademik, sebab filsafat ilmu berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan tinggi dan paradigma manusia Indonesia seutuhnya’ yang dalam penalarannya diharapkan mampu melakukan terobosan ke kawasan yang paling mendasar untuk memahami hakikat ilmu sampai pada batas yang ultimate. Poesporodjo, Dosen Universitas Padjadjaran, yang kemudian dikutip oleh Koento Wibisono, menyatakan bahwa bagi para sarjana, lebih-lebih kandidat doctor, harinya sudah terlalu siang untuk tidak mengetahui hakikat ilmu, posisi ilmu dalam cakrawala pengetahuan manusia, peran ilmu bagi eksistensi manusia. Dengan memahami seluk beluk ilmu secara ilmiah-filsafati, tanpa harus menjadi seorang filsuf, akan menjadikan diri manusia sebagai ilmuwan yang arif, terhindar dari kecongkakan intelektual yang memuakkan, dan tidak hanyut dalam biduk tradisi yang memandang ilmu sebagai barang jadi, mandeg, dan hanya sebagai hafalan. Jujun S. S., Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, 13-14. Koento Wibisono, ”Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, 14-15. Bandingkan dengan pandangan Prof. Djohar, Materi Perkuliahan Filsafat Ilmu, Yogyakarta PPS UNY, 2007. DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-Karim Al-Hadits al-Nabawi Amin Abdullah, 1999, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, cet 2, Yogyakarta Pustaka Pelajar. Bahm, Archie, 1980, What is Science, Albuquerge, New Mexico World Books. Daoed Joesoef, 1986, Pancasila, Kebudayaan, dan ilmu Pengetahuan, Pidato Kunci pada Seminar Nasional “Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu”, Yogyakarta Fakultas Filsafat UGM. Djohar, Prof., 2007, Materi Perkuliahan Filsafat Ilmu, Yogyakarta PPS UNY. Hardiman, 2003, Melampaui Positivisme dan Modernitas, Yogyakarta Kanisius. Jujun S. Suriasumantri, 1984, Filsafat Ilmu, Jakarta Sinar Harapan. ______, 1986, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik Sebuah Dialog tentang Dunia Keilmuan Dewasa Ini, Jakarta PT. Gramedia. Koento Wibisono, 1985, Ilmu Filsafat dan Aktualitasnya dalam Pembangunan Nasional Suatu Tinjauan dari Sudut Tradisi Pemikiran Barat, Yogyakarta Gadjah Mada University Press. ______, 1996, Arti Perkembangan menurut Positivisme August Comte, cet 2, Yogyakarta Gadjah Mada University Press. ______, 2005a, Pengertian tentang Filsafat, Hand Out, Yogyakarta Program Pascasarjana Filsafat UGM. ______, 2005b, “Ilmu Pengetahuan, sebuah Sketsa umum mengenai Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat Ilmu”, dalam Koento Wibisono, Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya, Hand Out, Yogyakarta Program Pascasarjana Filsafat UGM. Kompas, 25 Mei 1981. Magnis Suseno, 1992, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Yogyakarta Kanisius. Noeng Muhadjir, 2003, Filsafat Islam Telaah Fungsional, Suplemen Filsafat Ilmu edisi II, Yogyakarta Rake Sarasin. Poespoprojo, 1986, “Aktualitas Filsafat Ilmu ke Arah Kemasakan Praktek dan Pengelolaan Ilmu”, dalam Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik, Jakarta Gramedia. T. Jacob, 1988, Manusia, Ilmu dan Teknologi, Pergumulan Abadi dalam Perang dan Damai, Yogyakarta PT. Tiara Wacana. ______, “Etika Ilmiah dan Pancasila”, dalam Soeroso dkk., Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan Ilmu, Yogyakarta Kedaulatan Rakyat. Van Peursen, 1976, Strategi Kebudayaan, terj. Dick Hartoko, Yogyakarta Kanisius, & BPK Gunung Mulia, Jakarta ... Filsafat adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya Rofiq, 2018. Sesuatu yang dipikirkan tersebut bisa saja mengenai sesuatu hal yang terlihat dan terasa di sekitar manusia dan hal tersebut akan menjadi pengetahuan bagi manusia. ...... Berpikir atau berfilsafat merupakan landasan awal manusia meraih pengetahuan dan membentuknya menjadi ilmu Rofiq, 2018. Ilmu sangat erat kaitannya dengan pendidikan dan dialah objek utamanya. ...... Dapat disimpulkan filsafat merupakan dasar pengetahuan mengapa manusia berpikir, belajar dan berpendidikan Rofiq, 2018. Dalam proses pendidikan bahasa, dengan landasan filsafat atau berpikir lebih dalam, maka guru selalu berusaha menyelesaikan permasalahan pendidikan secara ilmiah dan sistematis serta mencari solusi yang inovatif untuk memberikan pembelajaran bahasa. ...Vonny ArdielMuhammad ZaimHarris Effendi ThahaDewi AsmawatiBerpikir atau berfilsafat merupakan landasan awal manusia meraih pengetahuan dan membentuknya menjadi ilmu. Untuk melaksanakan proses pembelajaran bahasa asing dibutuhkan proses berfikir atau berfilsafah agar bisa memahami pengetahuan linguitik dan implikasinya dalam pembelajaran. Permasalahan yang dihadapi para pengajar bahasa Inggris sebagai bahasa asing adalah kurangnya pemahaman dan pemikian secara mendalam terhadap dasar ilmu linguistik dari bahasa asing tersebut. Oleh karena itu akan berdampak kepada sulitnya pencapaian pemerolehan bahasa asing tersebut oleh peserta didik. Penelusuran pustaka dan referensi dilakukan untuk memecahkan permasalahan ini. Penulis menelusuri artikel yang mengkaji dan membahas temuan secara konseptual implikasi linguistik dalam tatabahasa pedagogis. Hasil penelusuran yang ditemukan bahwa perlu pemahaman mendalam tentang linguistik oleh pengajar dan pelajar bahasa. Implikasi linguistik tersebut dituangkan dalam tatabahasa pedagogis. Inovasi dan pembaharuan juga menjadi kebutuhan pembelajar terhadap tatabahasa pedagogis bahasa ibu, bahasa kedua dan bahasa asing. Pembelajaran virtual hadir dengan beragam media onffline maupun online yang dimanfaatkan pengajar. Dengan aneka ragam media yang hadir sistem pembelajaran ini menantang guru untuk menyusun materi ajar dalam konsep tatabahasa pedagogis untuk pembelajaran bahasa Inggris Perlu diperluas setiap kajian, harus kontemporer mengkaji secara itensif topik masa kini, Tema memerlukan perihal objek dari setiap masalah, Judul perlu disesuaikan dengan tema yang di teliti, Judul Sudah menarik tercermin pembahasan, Perlunya kesesuaian dengan tujuan dan metodelogi, Perlunya membandingkan judul dengan beberapa yang pernah dituliskan... Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu menjadi aspek utama dalam seluruh perkembangan peradaban di dunia yang kemudian memengaruhi perkembangan berbagai aspek, diantaranya pendidikan, teknologi, dan budaya Wahyudi, 2016. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berlangsung secara cepat dan menyeluruh hingga dampaknya terasa oleh umat manusia secara ambivalen Rofiq, 2018. Makna ambivalen berarti bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berdampak positif dan negatif. ...Muh Irfhan MuktapaPerkembangan ilmu juga mengiringi perkembangan masyarakat modern. Ilmu pengetahuan yang berkembang dan membawa perubahan bagi manusia justru menyebabkan pergeseran persoalan dari aspek materiil menjadi aspek mental. Pengembangan ilmu dan teknologi modern yang begitu pesat cenderung tidak memperhatikan aspek sistem nilai baik nilai etis maupun nilai agama, sehingga muncullah degradasi moral manusia. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji implikasi filsafat ilmu dalam pengembangan etika keilmuan modern. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah study literature. Adapun analisis pembahasan menujukkan bahwa filsafat ilmu harus diintegrasikan secara filsafati agar dapat mewujudkan fungsi keilmuan terutama dalam aspek moral, intelektual, dan sosial. Hal ini disebabkan karena ilmu bersifat netral dan tidak bermakna baik atau buruk mengingat pemilik ilmulah yang berhak menentukan sikap. Pemanfaatan ilmu bagi kehidupan manusia bergantung pada operasional si pemilik ilmu dan kontribusinya dalam persoalan kehidupan manusia. Seiring perkembangan ilmu maka filsafat ilmulah yang berperan mewujudkan etika keilmuan yang baik. Keberadaan filsafat ilmu bertujuan untuk mengembalikan ruh keilmuan agar tetap mendorong manusia berpikir dan berperilaku arif dan bijaksana.... Departing from the critical discourse of the higher education academic community, one of which is the discipline of philosophy, where since the renaissance period followed by Aufklarung XVIII M, began to separate from science and technology science and technology. It is evident from here, that in the West, human civilization has developed rapidly, marked by spectacular discoveries in the medieval Islamic period Rofiq, 2018. ... Mukti AliHasan MaftuhMuhamad Mustholiq AlwiPurpose - People who live on the slopes of Merapi Volcano apply religious moderation behavior by respecting traditions and other thoughts. The purpose of this study was to find out the tradition and communication of religious moderation in the community on the slopes of Merapi - The research uses the descriptive-qualitative method. The research location took place in the Srumbung sub-district, Magelang district. Data was collected through interviews, observation, and documentation. Informants in this study were young people and community leaders in the - The results of this study indicate that there are two characteristics of the community thought traditions in the implementation of religious moderation, namely people who can apply this concept well and thoroughly, and there are people who are against the concept of religious moderation, who tend to be intolerant towards diversity and differences of opinion and - The contribution of this study on religious moderation has become a barrier to critical thinking discourses that are currently developing. Religious moderation is an alternative solution to the current trend of thought, such as radical, liberal, and even fundamental ways of - This study looks at the traditions of thought developing in the community. Furthermore, this research aims to look at the communication of religious moderation of da'wah in society. The sociological perspective as a research approach is expected to be able to find social facts found in society.***Tujuan - Masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Merapi menerapkan perilaku moderasi beragama dengan menghargai tradisi dan pemikiran lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tradisi dan komunikasi moderasi beragama pada masyarakat di lereng Gunung - Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Lokasi penelitian berlangsung di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah para pemuda dan tokoh masyarakat di desa - Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dua ciri tradisi pemikiran masyarakat dalam penerapan moderasi beragama, yaitu masyarakat yang dapat menerapkan konsep ini dengan baik dan tuntas, dan terdapat masyarakat yang menentang konsep moderasi beragama, yang cenderung tidak toleran terhadap keragaman dan perbedaan pendapat dan - Kontribusi kajian tentang moderasi beragama ini menjadi penghambat wacana berpikir kritis yang berkembang saat ini. Moderasi beragama merupakan solusi alternatif dari pola pikir yang berkembang saat ini, seperti cara berpikir radikal, liberal, bahkan - Kajian ini melihat tradisi pemikiran yang berkembang di masyarakat. Selanjutnya, penelitian ini bertujuan untuk melihat komunikasi moderasi dakwah dakwah di masyarakat. Perspektif sosiologis sebagai pendekatan penelitian diharapkan mampu menemukan fakta-fakta sosial yang ditemukan di masyarakat.... In line with the explanation above, Thomas Lickona said that in general people view the family as the most important source of moral education for children Rofiq, 2018. They were the first teachers to educate morals. ...Abroto AbrotoAninditya Sri NugraheniRizka Febriyani AwliyahGuidance of attention instruction is needed by a child because it greatly affects the behavior of a person's manners. A very important parental obligation is the cultivation of moral values. The research methods used in this research are the method of literature study literature and the approach used is qualitative approach. The purpose of this study is how important a family is in moral value education for children from childhood. How influential a family is on the growth of a child's moral values is enormous, because the family is the first environment that shapes the character of a child. Some fundamental aspects become the necessity of the family or parents when cultivating a moral attitude in the child, namely first, the value of honesty. Both are courtesy to the older man. The third is always taught with a sense of iklas in doing something. And most importantly upbringing in planting aqidah so as not to falter with the changing times... Proses aktualisasi ilmu dalam Islam oleh Mukti Ali disebut sebagai cum scientifik sehingga dalam hal tersebut memungkinkan terjadinya tajdid atau ijtihad. Rofiq, 2018. ...Jurnal ini digunakan untuk meneliti dan mengetahui tentang pengaruh ilmu filsafat dalam perkembangan ilmu psikologi yang didasarkan pada analisis sejarah perkembangan filsafat dan munculnya ilmu psikologi dan hubungan antara ilmu filsafat dengan psikologi. Dalam jurnal akan membahas dan menekankan tentang sejarah filsafat dan perkembangannya, muncul atau asal mula terbentuknya ilmu psikologi, perkembangan ilmu psikologi, aliran-aliran ilmuwan psikologi, dan hubungan antara filsafat dengan psikologi. Jurnal dibuat dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber yang digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi. Menggunakan beberapa kajian dan atau penelitian terdahulu sebagai sumber acuan atau referensi dalam pembuatan dan atau penyusunan jurnal. Kemunculan dan perkembangan ilmu psikologi tidak terlepas dari adanya ilmu filsafat karena pada dasarnya ilmu psikologi merupakan bagian dari perkembangan ilmu filsafat. Ilmu psikologi kemudian berdiri sendiri dan memisahkan diri dari filsafat. Ilmu psikologi semakin berkembang pesat dan memunculkan atau menciptakan berbagai aliran baru dari peneliti atau ilmuwan yang digunakan dan diterapkan dalam perkembangan kehidupan manusia hingga saat ini. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan ilmu psikologi sangat dipengaruhi dan didasari oleh ilmu filsafat, karena psikologi merupakan bagian dari filsafat. Sehingga, ilmu psikologi tidak dapat dipisahkan dengan filsafat. Perkembangan ilmu psikologi juga banyak berpengaruh dan berperan dalam keberlangsungan kehidupan manusia dari dulu hingga saat Perkembangan psikologi sangat dipengaruhi oleh logika dan filsafat ilmu yang juga merupakan cabang filsafat. Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang berencana untuk mempertimbangkan konsep-konsep yang dianut oleh para ilmuwan, seperti konsep metode, objektivitas, inferensi, dan konsep standar kebenaran suatu pernyataan ilmiah. Hal ini penting agar peneliti dapat lebih kritis melihat model penelitiannya dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tentu saja, psikolog seperti ilmuwan juga membutuhkan keterampilan berpikir yang disediakan oleh filsafat sains ini. Tujuannya adalah menyadarkan para psikolog bahwa sains tidak pernah bisa mencapai kepastian absolut, tetapi hanya pada tingkat probabilitas. Dengan demikian, para psikolog dapat menjadi ilmuwan rendah hati yang sadar akan batas-batas pengetahuannya dan menjauhi saintisme, yakni sikap memuja sains sebagai satu-satunya sumber kebenaran. Penelitian psikologi diartikan sebagai sebuah penelitian sistematis yang menggambarkan, menjelaskan, meramalkan dan mengarahkan aktivitas mental dan perilaku manusia, baik yang dapat diraba dan diukur maupun yang tidak dapat dilihat dan diukur. Dalam melakukan penelitian ilmuwan psikologi dan juga psikolog pada berbagai bidang, harus mempertimbangkan landasan-landasan filsafat ilmu seperti ontologi, epistemologi, dan aksiologi pengetahuannya untuk memahami batasan penelitian psikologi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui peran filsafat ilmu dan logika dalam suatu penelitian psikologi. Metode yang digunakan penelitian ini adalah kualitatif. Data yang diambil berdasarkan penelitian ini adalah penelitian kepustakaan Library Research. Kata kunci filsafat ilmu, logika, penelitian psikologi Abstract. The development of psychology is strongly influenced by logic and philosophy of science which is also a branch of philosophy. Philosophy of science is a branch of philosophy that plans to consider concepts held by scientists, such as the concept of method, objectivity, inference, and the standard concept of the truth of a scientific statement. This is important so that researchers can more critically look at their research models and develop them according to the needs of society. Of course, psychologists like scientists also need the thinking skills provided by this philosophy of science. Its goal is to make psychologists aware that science can never reach absolute certainty, but only at the level of probability. Thus, psychologists can become humble scientists who are aware of the limits of their knowledge and stay away from scientism, namely the attitude of worshiping science as the only source of truth. Psychological research is defined as a systematic research that describes, explains, predicts and directs mental activity and human behavior, both tangible and measurable as well as those that cannotPhilosophy of science is a branch of philosophy that emerged in the late 19th or 20th century and reached its climax in the 19th century during the time of August Comte and his followers. This inspired the birth of the philosophy of science which in turn occupies a very urgent important place in science. The first discussion in this paper begins with the history of psychology as part of philosophy. In this stage of its development, psychology became separated from philosophy. However, the development of psychology from the past until now is still not free from the influence of philosophy. The development of psychology from its beginnings in philosophy to its development gave rise to many streams. The schools of modern psychology that later emerged were behaviorism with the character John Watson, Gestalt with the character Max Wertheimer, humanism with the character Maslow, cognitive with the character George Miller, and psychoanalytic with the character Freud. The method in this study uses library research. The data in this study are books and journals that are relevant to philosophy and psychology. The results of the research show that in this modern era, philosophy is used as a philosophical foundation in relation to the development of psychology in general, especially each of the schools of psychology, as well as several forms of applied psychology. Abstrak Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang muncul pada akhir abad ke-19 atau sekitar abad ke-20 dan mencapai klimaksnya di abad ke-19 di masa August Comte dan para pengikutnya. Hal ini mengilhami lahirnya filsafat ilmu yang pada gilirannya menempati tempat yang sangat urgen penting dalam ilmu pengetahuan. Pembahasan pertama dalam penulisan ini diawali dengan sejarah psikologi sebagai bagian dari filsafat. Dalam tahap perkembangannya, psikologi menjadi terpisah dari filsafat. Namun, perkembangan psikologi dari dulu hingga sekarang masih tidak lepas dari pengaruh filsafat. Perkembangan psikologi dari awal mulanya dalam filsafat hingga perkembangannya memunculkan banyak aliran. Aliran-aliran psikologi modern yang kemudian muncul adalah behaviorisme dengan tokohnya John Watson, Gestalt dengan tokohnya Max Wertheimer, humanisme dengan tokohnya Maslow, kognitif dengan tokohnya George Miller, dan psikoanalitik dengan tokohnya Freud. Metode dalam kajian ini menggunakan penelitian kepustakaan. Data dalam penelitian ini adalah buku dan jurnal yang relevan dengan filsafat dan psikologi. Hasil penelitian menunjukan dalam era modern ini, ilmu filsafat dijadikan sebagai landasan filosofik dalam kaitannya pada perkembangan psikologiTuti ErnawatiSalminawati SalminawatiEpistemology related to philosophy can be likened to a branching tree. The tree of philosophy has branches in the form of subdisciplines. Philosophy of science, ethics, aesthetics, philosophical anthropology and metaphysics. Epistemology as a branch of philosophy is devoted to the sources of knowledge. To arrive at an understanding of Islamic epistemology, it is necessary to use a genetivus subjectivus approach, which places Islam as the subject and object of epistemology. Epistemology as a result of human reason does not intend to interpret Islam, but aims at how to acquire knowledge, how the methodology of knowledge, the nature of knowledge and so on related to epistemology. So by itself Islamic epistemology studies Islam itself, or in other words epistemology according to Islam. This formulation makes a distinction between Islamic epistemology in general. Islamic epistemology in addition to general epistemology concerns relevance as a source of knowledge and inspiration. Epistemology generally assumes that truth is human-centered because humans have the authority to determine knowledge. This paper tries to compare epistemology in the Islamic and Western worlds as teaching the conception of thinking for elementary age children. Kosma ManurungResearch methods are an integral part of science. The research method has an important meaning in terms of helping to understand, work on, assess, and the basis of the validity of a scientific work. The purpose of this study is to describe the use of qualitative research methods among theological colleges. This article uses descriptive methods and literature review. Based on the results of the discussion of this article, it can be concluded that the use of qualitative methods in theological high school environment is generally used in two types of research, namely based on field research and based on literature research. Qualitative methods based on field research can use phenomenology, grounded theory, ethnography, and case studies. While the qualitative methods used in theological high school environment based on literature research can be in the form of narrative, description, literature review, and exegesis. Metode penelitian adalah bagian yang tak terpisahkan dari ilmu pengetahuan. Metode penelitian memiliki arti penting dalam hal untuk membantu memahami, mengerjakan, menilai, dan landasan keabsahan sebuah karya ilmiah. Maksud dari penelitian ini ingin mengambarkan penggunaan metode penelitian kualitatif di kalangan sekolah tinggi teologi. Artikel ini menggunakan metode deskriptif dan kajian literatur. Berdasarkan hasil pembahasan artikel ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode kualitatif di lingkungan sekolah tinggi teologi secara umum digunakan dalam dua macam penelitian yaitu berdasarkan penelitian lapangan dan berdasarkan penelitian literatur. Metode kualitatif berdasarkan penelitian lapangan bisa menggunakan fenomenologi, grounded theory, etnografi, dan studi kasus. Sedangkan metode kualitatif yang digunakan di lingkungan sekolah tinggi teologi berdasarkan penelitian literatur bisa berupa narasi, deskripsi, kajian literatur, dan BahmBahm, Archie, 1980, What is Science, Albuquerge, New Mexico World Books.S JujunSuriasumantriJujun S. Suriasumantri, 1984, Filsafat Ilmu, Jakarta Sinar Harapan.Ilmu Filsafat dan Aktualitasnya dalam Pembangunan NasionalKoento WibisonoKoento Wibisono, 1985, Ilmu Filsafat dan Aktualitasnya dalam Pembangunan Nasional Suatu Tinjauan dari Sudut Tradisi Pemikiran Barat, Yogyakarta Gadjah Mada University Press.Arti Perkembangan menurut Positivisme August Comte______, 1996, Arti Perkembangan menurut Positivisme August Comte, cet 2, Yogyakarta Gadjah Mada University Press.Pengembanganilmu jelas tidak mungkin terlepas dari dari nilai-nilai. Seorang filosof yang memegangi teori value bond adalah Jurgen Habermas. Tanggung jawab etis beserta kesadaran etisnya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan dapat membimbing untuk menentukan dan memutuskan apakah keputusan tindakan manusia yang berupa
Pengembanganilmu ilmu di indonesia haruslah memperhatikan relasi antar ilmu tampa mengorbankan otonomi antara masing-masing di siplin ilmu. Di sini di perlukan filsafat sebagai mediator, terutama bidang filsafat ilmu. Dalam hal ini Gaston Bachelard, menegaskan perlunya hubungan yang erat antar ilmu dengan filsafat.
PANCASILADAN PERKEMBANGAN IPTEK . 03 May 2020. Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa jenis pemahaman. Pertama, bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kedua, bahwa setiap iptek
e Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk